Page 9 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 9
- 37-
Artinya: “Hilangkan hukuman hudud karena ragu-ragu”.46
2). Frasa “mekanisme pelaksanaannya ( - rajam) akan diatur oleh
Mahkamah Agung" Ini juga ketentuan yang sangat aneh. Pertama
Mahkamah Agung adalah lembaga yudikatif, tidak punya kompetensi
untuk membuat aturan, tatacara atau mekanisme pelaksanaan suatu
norma hukum seperti Undang-undang atau Peraturan Daerah (atau
dalam hal ini Qanun). Mekanisme pelaksanaan norma semacam ini
adalah ranahnya eksekutif, yakni Presiden untuk tingkatan Undang-
undang dan Gubernur untuk Qanun. Kedua, Mahkamah Agung
adalah lembaga nasional, untuk seluruh Indonesia. Sama sekali tidak
tepat apabila ia harus melaksanakan “perintah9 lembaga Provinsi
seperti DPR Aceh.
Apapun juga kelahiran Qanun Jinayat dan Acara Jinayat ini terbukti
telah memunculkan pro dan kontra di lapis atas antara Gubernur dan DPR
Aceh, yang mau tidak mau pasti merembet ke lapis bawah sampai kepada
masyarakat luas. Hal ini tentu saja berimplikasi kepada peluang terjadinya
disintegrasi nasional, apalagi wilayah Aceh baru saja selesai dari konflik yang
lama berupa pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebelumnya.
Menarik juga untuk dicatat bahwa aktor-aktor yang bersilang sengketa, baik
Gubernur Aceh (Irwandi Yusuf) maupun mayoritas anggota DPR Aceh (36 dari
69 orang) adalam mantan tokoh-tokoh Gerakan Aceh Merdeka.
Potensi disintegrasi nasional juga dapat terjadi terkait dengan Qanun
Wali Nanggroe, meskipun syukurnya sampai saat tulisan ini dibuat baik
Pemerintah Aceh maupun Pemerintah Pusat masih dapat menahan diri, dan
tidak mengambil tindakan yang dapat memicu konflik kembali di wilayah ini.
Jika ditelisik beberapa hal dari substansi Qanun W ali Nanggroe ini bisa
46 Ibnu Hajar Al ‘Asqalany, Bulugh Al-Maram, Cet. I, PT. Mizan Pustaka, Bandung, hal. 507.

