Page 8 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 8

36-

          Akan tetapi dalam perjalanannya, keistimewaan ini ternyata membuka
peluang terjadinya hal-hal yang dapat membawa kepada disintegrasi nasional.
Munculnya pasal Rajam dalam Qanun Jinayat misalnya, telah membuat silang
sengketa antara Gubernur Aceh dengan pihak Legislatif, DPR Aceh. DPR
Aceh tanpa persetujuan Gubernur sebelumnya, mengesahkan Qanun Jinayat
tersebut. Sepanjang sejarah belum terjadi perseteruan semacam ini antara
pihak Eksekutif dengan Legislatif di Aceh.45

         Sebenarnya, ditinjau dari aspek legal drafting teknik penulisanpasal
Rajam dalam Qanun Jinayat dan Acara Jinayat adalah keliru sehingga hal itu
dalam praktek tidak akan mungkin terlaksana. Mari kita lihat pasal 224 Qanun
Hukum Acara Jinayat yang berbunyi: *Jika terhukum dihukum dengan *uqubat
rajam /hukum an m ati, maka pelaksanaan hukumannya dilakukan oleh
petugas yang ditunjuk oleh jaksa yang mekanisme pelaksanaannya akan
diatur oleh Mahkamah Agung”. Setidaknya ada dua hal mencolok yang patut
didiskusikan di sini, yaitu:

         1). Penulisan ‘uqubat rajam/hukuman mati. Mengapa memakai “garis
              miring” di situ? Hukuman rajam dengan hukuman mati berbeda
              sekali dalam cara pelaksanaan hukuman, meskipun akibatnya sama,
              yakni matinya si terhukum. Dengan memakai garis miring di situ,
              kesannya adalah bahwa pembuat Qanun ini memperlihatkan
              adanya keragu-raguan, padahal dalam masalah hudud, apalagi
              hukuman terberat (capital punishment), tidak boleh ada keragu-
              raguan. Ragu-ragu meniadakan hukuman. Dalam hukum Islam pun
              kaidah ini sangat masyhur yang prinsipnya berasal dari hadis Nabi;
                                                                 JjJb Jl I jjJ l

45 Kontroversi lain yang mencuat dalam kasus ini adalah lembaga mana yang dominan
sebagai pemegang kekuasaan membentuk peraturan daerah? Menurut Jimly Ash Shiddieqy
Gubernurlah yang lebih dominan, DPRD justru lebih utama dalam fungsi pengawasan. Lihat
bukunya Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Setjen MK,
tahun 2006, hal. 302-303.
   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13