Page 13 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 13
27
negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman". Sedangkan pasal
7 ayat 3 mengatakan “Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman
non-militer menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan
sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi
dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa".
Demikian pula pada pasal 20 ayat (3) UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara dinyatakan bahwa “Pembangunan di daerah harus
memperhatikan pembinaan kemampuan pertahanan, sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), yang selanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah". Pada
UU Pertahanan Negara disebutkan bahwa pembangunan di daerah harus
mempertimbangkan pembinaan kemampuan pertahanan. Sementara UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Perubahan kedua UU
Nomor 12 Tahun 2008) pada pasal 7 ayat (1) dinyatakan bahwa "Rancangan
daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang Pemerintahan kecuali
dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter
dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain”. Sedangkan pada pasal 10
ayat (2) dinyatakan bahwa "Kewenangan daerah di wilayah laut sebagaimana
dimaksud dalam pasal 3 m elip uti: a. Eksplorasi, Eksploitasi dan pengelolaan
kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut; b. Pengaturan kepentingan
administrasi; c. Pengaturan tata ruang; d. Penegakan hukum terhadap
peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau dilimpahkan kewenangannya
oleh pemerintah dan bantuan penegakkan keamanan dan kedaulatan”.
Fakta kedua yang perlu dikaji lebih dalam adalah terkait dengan
implementasi regulasi yang terkait dengan bidang Hankam dan pengelolaan
SKA. Berdasarkan perundang-undangan tersebut di atas, dalam implementasi
di lapangan terjadi tumpang-tindih kewenangan dan bahkan Pemda belum
membuat Rencana Tata Ruang Wilayah Pertahanan dan sekaligus belum
memanfaatkan kemampuan pembinaan di daerah masing-masing. Hal ini
pada akhimya menimbulkan kerancuan antara konsep pemberdayaan wilayah,
penataan ruang dan pembangunan wilayah secara utuh.

