Page 13 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 13
43
uraian di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa ’•persoalan dalam
pengelolaan hutan sebagai berikut:
a. Belum terwujudnya integrasi dan sinkronisasi peraturan
perundang-undangan terkait pengelolaan hutan.
Hal ini tercermin dari begitu banyaknya peraturan perundang-
undangan yang saling bersinggungan dalam pengelolaan hutan,
namun dalam implementasinya saling tumpang-tindih satu dengan
yang lain. Kompleksitas dan ego-sektoral dalam penjabaran peraturan
turunan ataupun pelaksanaan U U Kehutanan, UU Pemerintahan
Daerah dan UU Penataan Ruang terkait pengelolaan hutan
merupakan contoh kongkrit betapa integrasi dan sinkronisasi
peraturan perundang-undangan merupakan persoalan yang
substansial. Apalagi jika dikaitkan dengan R U U tentang Perlindungan
dan Pengakuan Masyarakat Adat, maka pengelolaan hutan
berpotensi akan semakin pelik.
b. Kurang optimalnya peran kelembagaan dan dukungan
infrastruktur dalam pengelolaan hutan.
Luasnya wilayah dan besarnya potensi hutan Indonesia mutlak
harus dikelola dan dikawal oleh pemerintah melalui institusi dan
lembaga yang ditunjuk memiliki kewenangan. Namun demikian, peran
Kementerian Kehutanan sebagai leading-sector dalam pengelolaan
hutan seringkali terkendala oleh dominasLPemerintah Daerah setelah
dimulainya era otonomi daerah. Sementara peran Kementerian/
Lembaga terkait seperti Kemenristek/BPPT, Kementerian Lingkungan
Hidup, Balai Konservasi SD A, serta termasuk otoritas yang mencegah
dan menindak pelanggaran pidana di sektor kehutanan seperti Polri,
Kejagung, KP K dan P P A TK masih harus terus dioptimalkan.
Lemahnya peran kelembagaan penunjang turut berdampak pula
terhadap dukungan infrastruktur dan sarana prasarana dalam
pengelolaan hutan. Kebutuhan untuk transportasi dan patroli masih
sangat terbatas, sementara dukungan teknologi informasi, satelit dan
sistem penginderaan jauh juga masih belum dimodernisasi untuk
mendukung pengelolaan hutan secara optimal. Akibatnya

