Page 10 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 10
40
sekitar hutan tidak mempunyai lahan untuk bercocok-tanam,
sehingga membuka lahan baru dengan berbagai cara, yaitu
dengan penebangan liar dan pembakaran hutan. Selain itu
alasan deforestasi lainnya adalah, karena rendahnya
kesejahteraan masyarakat sekitar hutan di satu sisi dan terdesak
pemenuhan kebutuhan hidupnya di sisi lain, maka masyarakat
mau dipekerjakan oleh oknum dari suatu perusahaan pemegang
hak pengelolaan untuk melakukan penebangan secara liar.
Kualitas sumber daya manusia masyarakat sekitar hutan juga
menjadi indikator belum tercapainya kesejahteraan, hal ini juga
yang menyebabkan kurangnya pengetahuan dan kesadaran
masyarakat akan pentingnya pengelolaan hutan secara lestari.
2) Kendala utama dari belum maksimalnya pelaksanaan
pengelolaan hutan rakyat atau hutan tanaman rakyat (H T R ) atau
Pembangunan Masyarakat Desa Hutan (PM DH ) yang dilakukan
bersama para pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
(IUPHH)/Hak Pengusahaan Hutan (H P H ) atau Pengelolan Hutan
Bersama Masyarakat, adalah karena lahirnya rezim otonomi
daerah melalui UU Pemerintahan Daerah. Otonomi daerah
memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengurus
daerahnya sendiri yang terkadang justru dalam menetapkan
kebijakan, khususnya di bidang kehutanan tidak sejalan atau
tidak sinkron dengan kebijakan Kementerian Kehutanan dan
Kementerian lainnya yang terkait dengan hutan, seperti
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Sinkronisasi
kebijakan hanya dapat dicapai apabila orientasi dari semangat
otonomi daerah di bidang kehutanan bukan hanya karena uang
semata untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Selain itu
para pengusaha pemegang izin pengelolaan hutan pun banyak
yang melihat atau memandang bahwa PM DH atau PHBM tidak
mendatangkan keuntungan bagi perusahaan.

