Page 11 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 11
41
3) Jaminan kepastian pemberian atau pengakuan bak
merupakan pendorong atau kunci untuk menciptakan keadilan.
Dalam hal ini masyarakat diberikan hak untuk melaksanakan
dan mengambil manfaat sesuai dengan ruang lingkup haknya
tanpa adanya gangguan dari pihak lain. Banyaknya konflik
kehutanan antara perusahaan pemegang hak pengelolaan hutan
dengan masyarakat atau masyarakat adat sekitar hutan
mengenai penguasaan tanah, atau antara masyarakat sekitar
hutan dengan masyarakat pendatang melalui program
transmigrasi atau masyarakat sekitar hutan dengan P TP N dan
Perhutani, menunjukkan bahwa tidak ada kepastian hukum
dalam pengelolaan hak masyarakat.
4) Adanya kesenjangan antara kebijakan desentralisasi dan
implementasinya, dengan kemampuan daerah dalam mengelola
hutan secara baik dan bertanggung jawab. Hal ini menyebabkan
perebutan kekuasaan dan kewenangan pengelolaan hutan
antara pusat dan daerah, yang berdampak pada semakin
luasnya pembukaan lahan hutan yang tidak bertanggung jawab
sehingga menyebabkan hutan rusak.
5) Dalam pengelolaan hutan yang berorientasi pada
kelestarian lingkungan, harmonisasi R T R W Provinsi/
Kabupaten/Kota dengan UU Penataan Ruang menjadi wajib dan
harus dilaksanakan. Harmonisasi peraturan mengenai R TR W ini,
khususnya di luar Pulau Jawa, seperti Kalimantan, dan
Sumatera, banyak terhambat dengan adanya kebijakan yang
diberikan oleh pemerintah daerah setempat yang mencoba
merevisi atau merubah peruntukan kawasan hutan menjadi
kawasan perkebunan dan pertambangan, yang umumnya tanpa
rekomendasi dari Kementerian Kehutanan dengan dalih untuk
meningkatkan PAD. Pengambilan kebijakan atas dasar otonomi
daerah ini dapat menyebabkan tutupan hutan semakin
berkurang dari tahun ke tahun, sehingga mengakibatkan upaya

