Page 5 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 5
dilepasakan dari tugas melanjutkan apa yang telah dibangun oleh pemimpin-pemimpin
sebelumnya. Menghadapi era globalisasi, Indonesia hams dipimpin oleh pemimpin-
pemimpin yang memiliki sifat dan kecakapan berani mengambil risiko, thinking amd
acting outside the £ax,serta memiliki perpaduan kecerdasan intelektual, kecerdasana
emosional, dan kecerdasana spritual (TB Silalahi, 2012). Singkatnya, Silalahi, TB (2012)
merumuskannya sebagai “The M en o f Integrity with Honor and Dignity, Visionaries.”
Kedua elemen penting dalam kepemipinan, yaitu integritas dan visioner, saling
berhubungan dan melengkapi satu sama lain.
Banyak definisi dapat diberikan untuk kata integritas, akan tetapi secara praktis,
integritas dapat diartikan sebagai suatu kualitas yang ada pada diri seseorang, yang
menjunjung tinggi prinsip-prinsip moral, kebenaran, kejujuran, dan ketulusan (Silalahi,
TB., 2012).
Angeline, K. S. (2012) dalam studinya menemukuan bahwa integritas mempunyai
hubungan yang signifikan dengan tiap-tiap personality traits, yaitu agreeableness,
conscientiousness, extravresion, neuroticism, openness to experience .Terlihat dari studi
Anggeline tersebut, faktor kepribadian ikut berperan dalam pemunculan integritas dalam
diri seseorang. Perkembangan kepribadian, dalam hal ini, terjadi akibat dari interaksi
antara faktor bawaan (innate) dan lingkungan (environment). Itulah sebabnya,
Lemhannas dalam upayanya menyusun Indeks Kepemimpinan Nasional Indonesia
(IKNI, 2009), melihat dua komponen inti dari integritas — moralitas dan akuntabilitas —
berada pada empat tataran: individual, kemasyarakatan, institusional, dan global.
Elemen kedua, yaitu visioner, menurut Silalahi (2012), merujuk pada bentuk
perilaku pemimpin yang mampu “melihat” sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh mata
telanjang, yaitu melihat jauh kedepan (future oriented), sehingga ia mampu
mengantisipasi tantangan maupun ancaman yang mimgking dihadapinya. Kemampuan
seseorang untuk dapat “melihat” jauh kedepan tersebut berhubungan dengan kecerdasan
intelektual yang tinggi (Piaget, 2003). Artinya, seseorang dengan tingkat intelektual yang
rata-rata (average), akan mengalami kesulitan dalam melakukan berfikir abstrak tinggi
(“melihat” jauh dan mengantisipasi) tersebut. Disisi lain, dalam diri seorang pemimpin,
keberhasilan dalam memimpin tidak semata-mata terletak pada aspek intelektual akan
tetapi juga pada aspek sosial-emosional, dan spritual, oleh karena itu, tingkat (kualitas)
37

