Page 15 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 15
69
Hal tersebut ditindaklanjuti oleh DPR RI (Komisi 1) dengan
melaksanakan pendalaman melalui serangkaian peninjauan ke
BUMNIP untuk mengukur kemampuan perusahaan dan kelancaran
jalannya program.
3) Industri Pertahanan dan KKIP:
Industri pertahanan nasional secara periodik memberikan laporan
kemajuan atas kesiapannya untuk memenuhi suatu kebutuhan TNI
kepada KKIP, Kemhan dan Institusi terkait sehingga industri nasional
dapat menyesuaikan strategi dalam upaya menyiapkan produknya
sesuai jumlah dan target waktu yang diinginkan pengguna.
4) Koordinasi antar industri pertahanan (PT DI, PT PAL, PT Pindad, PT
Dahana, PT Dok Koja Bahari):
Melakukan perencanaan produksi yang baik, industri pertahanan
nasional merancang kemampuan produksi yang optimal sehingga dapat
memberikan pengadaan yang kompetitif dibanding produk impor,
dipandang dari life cycle cost dari suatu produk (bukan hanya harga
pengadaannya saja - procurement cost).
5) Untuk jangka menengah TNI-Polri dan industri pertahanan terkait:
TNI-POLRI serta institusi terkait melalui Kementrian Pertahanan atau
Kementrian terkaitnya melaporkan kepada KKIP tentang peralatan
yang masih digunakan (likuiditas barang, suku cadang) TNI-POLRI
tetapi masih di impor, sebagai target produk-produk subsitusi impor.
6) Kementerian Keuangan dan Kementerian Pertahanan serta
Kementerian BUMN merumuskan:
a) Alokasikan anggaran untuk pengadaan peralatan maupun suku
cadang yang mampu dibuat oleh industri nasional sesuai dengan
program Bappenas dan teknis implementasi program yang telah
ditetapkan institusi terkaitnya.
b) Peningkatan alokasi anggaran pembangunan Kekuatan Pokok
Pertahanan - MEF (Minimum Esential Force ). Dari segi pertahanan
pada tahun 2005 -2009 anggaran pertahanan Indonesia adalah
sebesar 0,62% sd 0,85% dari produksi Domestik Bruto (PDB) atau
rata - rata per tahun 0,75% dari PDB sedangkan dibandingkan

