Page 4 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 4
32
kelautan tersebut yaitu: perikanan, pariwisata bahari, pertambangan,
industri maritim, transportasi laut, bangunan kelautan dan jasa
kelautan. Masih banyak problem yang harus diselesaikan, misalnya
industri maritim belum berjalan, bidang pelayaran masih tertinggal
dari negara lain, rendahnya penguasaan iptek kelautan, rendahnya
kualitas dan kuantitas SDM kelautan yang dimiliki. Hal ini
bepengaruh terhadap lemahnya pengamanan maritim akibat
ketidakmampuan kita melakukan pemeliharaan dan pemanfaatan
sumber kelautan dengan sistem teknologi yang kurang memadai dan
lemahnya peranan masyarakat Indonesia dalam mendukung
pengamanan wilayah laut, sehingga menjadi masalah yang harus
terselesaikan melalui komitmen pembangunan sektor kelautan.
d. Keterpaduan Sistem Pengawasan Kelautan.
Masalah pengamanan di laut menjadi perhatian banyak pihak,
sehingga instansi yang terlibat dalam kelautan di Indonesia ini cukup
banyak sebagai instrumen yang berwenang. Mengenai fighting
instruments ini, barangkali di bagian ini cukup membingungkan
banyak pihak oleh karena ada 13 (tiga belas) instansi yang
melaksanakan tugas di laut. Konsep manajemen nasional mungkin
sekali menganut konsep multiagency-single task. Barangkali saja,
pemerintah memahami bahwa hal tersebut adalah suatu
pemborosan luar biasa dan tidak efisien dan berupaya
mengakomodirnya melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 81
tahun 2005 pemerintah membentuk Badan Koordinasi Keamanan
Laut (Bakorkamia) yang beranggotakan berbagai instansi yang
terkait dengan penegakkan hukum laut, namun ternyata masih
belum berjalan optimal. Ego sektoral dari masing-masing institusi
menjadi kendala utama dalam koordinasi keamanan laut. Ego
sektoral tersebut muncul karena setiap institusi yang terlibat memiliki
kewenangan dengan dasar hukumnya. Hal ini dikeluhkan
masyarakat, karena in-efisiensi dan membingungkan untuk
pengguna jasa kemaritiman, termasuk juga nelayan. Ego sektoral
merupakan pokok persoalan yang sangat sangat menonjol, di mana

