Page 12 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 12

melahirkan radikalisasi agama sebagai bentuk riil perlawanan terhadap
  hegemoni kekuasaan negara. Yakni, ketika negara tidak mengakui eksistensi
  mereka, deraan persoalan pribadi, keterbelakangan, kebodohan dan
  kemiskinan menjadi akumulasi kekecewaan yang mereka tanam dalam
  pemahaman keagamaan sehingga ternodai karenanya.

        Dalam nalar ini, jika radikalisasi agama yang kian menggejala
 belakangan ini yang selalu dikaitkan dengan agama, menurut hemat penulis,
 tidak terlepas dari adanya persoalan "politik identitas" (pengakuan)
 eksistensi dan gejala imprealisme global melalui sikap Barat, khususnya
 kebijakan politik Amerika dalam merancang-bangun perpolitikan dunia
 dengan memperlakukan dunia Islam secara hegemonik. Ketidakadilan politik
 dan ekonomi, misalnya, menjadi pemicu lahirnya radikalisme agama melalui
 aksi-aksi terorisme. Sekali lagi, upaya deradikalisasi dan deideologisasi
menjadi tanggung jawab kolektif, terutama sinergitas tokoh agama,
kepolisian dan negara.

       Problem pemahaman agama menelisik ihwal geneologis aksi teror
tersibak fakta bahwa gerakan radikal ini dilatari kebencian yang akut atas
hegemoni kekuasaan-negara (terutama Barat) yang tidak mengakui identitas
(kelompok) mereka yang kemudian mewujud sebagai kelompok militan. Jika
demikian adanya, maka persoalan teroris tidak terlepas dari persoalan
pemahaman agama yang menyimpang dan hegemoni kebijakan kekuasaan.
Artinya, persoalannya bukanlah persoalan agama an sich, melainkan
persoalan politik pengakuan dan perlakuan negara. Hegemoni Amerika,
misalnya, dalam memperlakukan negara-negara muslim seperti Afghanistan
dan Irak menjadi "janin" yang lahir dari "rahim" radikalisasi sebagai bentuk
perlawan oposisional atas kebijakan "politik imprealis" negara adidaya

                                                                                                            28
   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17