Page 7 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 7
31
terhadap aliran Syiah. Tidak hanya menyatakan sesat, mereka juga
menghasut masyarakat Sampang untuk menghakimi jamaah Syiah di
kabupaten Sampang. Pada tahun 2006, masyarakat terhasut dan
meiakukan tindakan intimidasi terhadap jamaah Syiah yang berada
dibawah asuhan Ust. Tajul Muluk. Sekitar 7000an orang mengepung
desa Karang Gayem dengan membawa senjata tajam. Namun,
situasi ini dapat diredam sehingga massa tidak sampai meiakukan
kekerasan fisik. Pada tahun 2009, situasi di Sampang kembali
memanas. Isu tentang penyerangan terhadap jamaah Syiah kembali
menyeruak. Ustad Tajul sendiri mengaku dirinya sempat dipanggil
oleh Kyai NU di Sampang untuk dimintai klarifikasi tentang ajaran
dan aktivitas dakwah yang ia lakukan. Tidak seperti yang telah
diberitakan oleh kebanyakan media, berdasarkan keterangan Ustad
Tajul, pertemuan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan apapun
antara dirinya dengan para Ulama di Sampang. Pada 4 Mei 2011 ini,
Sampang kembali bergelora. Ancaman penyerangan kembali
diterima oleh jamaah Syiah. Kali ini alasannya adalah peringatan
Maulid Nabi Muhammad yang akan dilakukan di rumah Ustad Tajul
Muluk. Acara itu sendiri akhirnya batal, karena ratusan orang
bersenjatakan celurit, parang, dan kayu menghadang rombongan
yang akan menuju tempat acara berlangsung. Tidak hanya itu,
massa juga mengepung batas desa tempat acara tersebut akan
dilangsungkan. Pada tanggal 5 April 2011, atas inisiatif dan Muspida
Sampang, maka mediasi dilakukan. Idealnya memang pertemuan
mediasi ini menghasilkan win-win solution bagi kedua belah pihak
yang bertikai. Namun, pertemuan mediasi yang dilakukan
tersebut justru menjadi ajang penghakiman bagi kelompok
Syiah. Pertemuan yang dihadiri oleh Kapolda Jawa Timur,
Bupati dan Wakil Bupati Sampang, serta para Ulama di sampang
tersebut memberikan 3 pilihan kepada Ustad Tajul Muluk.
Pertama, menghentikan aktifitas Syiah di wilayah Sampang dan
kembali ke ajaran Sunni. Kedua, jamaah Syiah harus pindah dari
wilayah Sampang tanpa kompensasi apapun. Ketiga, jika pilihan
pertama dan kedua tidak dilaksanakan maka jamaah Syiah harus
mati. Pilihan tersebut lebih mirip pada penghakiman sepihak
oleh Muspida Sampang.26
Sangat terang bahwa lembaga mediasi tidak diimplementasikan
sebagaimana seharusnya, bahkan lebih tepat bila dikatakan bahwa
pertemuan tersebut bukan mediasi. Tidak ada rasionalitas disana, yang
ada adalah penghakiman dan pemaksaan kehendak kepada salah satu
pihak berkonflik yang jelas sangat bertentangan dengan nilai-nilai
musyawarah yang terkandung dalam Sila Keempat Pancasila yang salah
satu butirnya menggariskan “tidak memaksakan kehendak pada orang
lain". Mediasi tidaklah seperti itu, pihak ketiga yang berindak selaku
Mediator justru harus membantu para pihak berkonflik untuk memiliki
26 http://regional.kompasiana.com/2011/12/29/bom-waktu-sampang-meledak/