Page 14 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 14
40
puasan daerah yang dapat memicu konflik Bahkan di daerah yang
menjadi penghasil SKA sekalipun, masih banyak rakyat yang masih
hidup dalam keadaan memprihatinkan dan sulit mengakses layanan
pendidikan/kesehatan yang berkualitas Kebijakan otonomi daerah
telah membuka kesempatan daerah untuk membangun dirinya dan
mengejar ketertinggalannya Kebijakan otonomi daerah juga telah
menimbulkan berbagai konflik kepentingan antara pusat dan daerah,
serta memunculkan egoisme kedaerahan sebagai contoh pemda
membuat peraturan daerah yang bertentangan dengan peraturan
perundangan diatasnya dan memindahkan pola korupsi ke daerah-
daerah sehingga memunculkan raja-raja kecil didaerah.
b. Masih terdapatnya daerah-daerah yang menolak
keberadaan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dan undang-
undang pendukung lainnya.
Dalam pelaksanaan dan penerapan UU No.33 tahun 2004
banyak terjadi permasalahan terutama dalam hal kurangnya realisasi
penyerapan, penggunaan tidak tepat sasaran serta pelaksanaan
kegiatan tidak sinkron dengan tujuan pembangunan nasional. Seperti
gugatan uji materiil (judicial review) Majelis Rakyat Kalimantan Timur
Bersatu (MRKTB) atas bagi hasil migas di Sidang Mahkamah
Konstitusi Rl seperti yang telah dijelaskan diatas perlu mendapat
perhatian serius. Kalimantan Timur (Kaltim), dan daerah penghasil
migas lainnya, hanya mendapatkan dana bagi hasil minyak sebesar
15,5% dan gas 30,5%, padahal Aceh dan Papua menikmati bagi hasil
migas 70%. Sistem desentralisasi yang asimetrik dalam bingkai
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mulai dipertanyakan.9
Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.33 Tahun 2004, muncul
berbagai protes ketidaksetujuan atas isi undang-undang tersebut.
Protes terutama diajukan oleh daerah-daerah yang kaya SDA, seperti
NAD, Riau, dan Kaltim. Pasalnya, karena tidak mendapat otonomi
Mudrajad Kuncoro, guru besar FEB UGM dan saksi ahh dalam sidang Mahkamah Konstitusi
Rl