Page 13 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 13

83

       pemimpinnya dan hal tersebut sebagai salah satu bentuk
       keteladanan. Misalnya dalam diservikasi makanan atau keragaman
       makanan lokal bahwa pemimpin dapat menghormati ada yang
       makan nasi, jagung, sagu dan umbi-umbian. Dalam hal ini pepatah
       menyatakan “d/ mana bumi dipijak di situ langit dijunjung11, bahwa
       seorang pemimpin dalam berbuat dan bertindak dapat
       menyesuaikan diri dengan ketentuan budaya setempat.
 14) Para pemimpin formal nasional mampu menyediakan ruang
      gerak/wadah sebagai forum/sarana interaksi komunikasi antar
      tokoh masyarakat sehingga terjalin hubungan harmonis. Dengan
      adanya forum tersebut menjadikan mereka terbiasa dalam tukar
      pendapat (social sharing) dalam keragaman budaya, guna
      memajukan semangat kebersamaan, kegotongroyongan atas dasar
      kekeluargaan. Dengan keteladan hubungan harmonis itu akan
      menumbuhkan kepedulian terhadap perbedaan termasuk adanya
      kepedulian terhadap tetangga atau warga masyarakat yang
      berkekurangan pangan.
15) Pemimpin formal nasional lebih sering kontrol ke lapangan untuk
      melihat lansung kondisi pangan masyarakat. Pemimpin tidak hanya
      mengandalkan laporan dari staf yang terkadang terjadi manipulatif
      data, misalnya data jumlah warga yang miskin dan kurang pangan
      dengan istilah wasal bapak senang atau A B S ”. Dengan kontrol
      lapangan maka seorang pemimpin telah menerapkan salah satu
      prinsip keteladanan yakni sikap peduli dan tanggungjawab yang
     sekaligus pemimpin mendapat data yang konkrit secara
     konfrehensif.
16) Pemimpin formal dan informal nasional mencontohkan pola hidup
     sederhana sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang dimulai dari diri
     dan keluarganya. Misalnya tidak hidup boros, suka berhemat, tidak
     pamer kekayaan berupa pakaian, rumah, kenderaan termasuk
     dalam pola makan. Di antara ciri seoarang pemimpin yang memiliki
     ketauladan adalah satunya perkataan dengan perbuatan, artinya ia
     dapat berempaty dengan kondisi masyarakatnya. Ketika
   8   9   10   11   12   13   14   15   16