Page 11 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 11
81
benar-benar mempunyai suri tauladan bagi rakyatnya. Melalui sikap
keteladanan pemimpin diharapkan dapat memberikan contoh sikap
tauladan dan kejujuran dalam melaksanakan norma-norma
kehidupan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa.
8) Para pemimpin formal nasional dari pusat sampai daerah mampu
menegakkan supremasi hukum dengan menjalankan secara
konsisten reward dan punisment tanpa adanya pandang bulu dan
pilih kasih. Hal itu sebagai wujud ketidak berpihakan pemimpin atas
kesukuan dan kedaerahan serta agama dan golongan tertentu.
Melainkan kesemuanya itu dilakukannya didasari integritas bangsa
atas komitmen penghayatan nilai-nilai Pancasila. Cerminan
penegakan hukum dimulai dari diri dan keluarga pemimpin sendiri
yang dalam pepatah Minangkabau dinyatakan “tibo dimato indak
dipiciangkan, tibo diparuik indak dikampihkann (sampai dimata tidak
dipicingkan dan sampai di perut tidak dikempiskan). Artinya bahwa
sekalipun hukum itu sampai pada ‘mata’ (diri,istri, anak dan
keluarganya) tidak dicari dalih pembenaran terhadap tindakan
kesalahan. Begitu juga atas diri pribadinya sendiri (perut) tidak akan
mengelak atas kesalahan yang dibuatnya. Pemimpin akan
bertanggungjawab atas perbuatan hukum yang telah dilakukannya.
9) Para pemimpin formal nasional dari pusat sampai daerah mampu
memberikan bukti nyata di lapangan bahwa setiap pembangunan
dilaksanakan asas pemerataan dengan tidak membedakan
kedaerahan, kesukuan, adat, agama dan golongan tertentu.
Kesemua pembangunan yang dilaksanakan ditujukan kepada
kepentingan publik dan masyarakat umum yakni bangsa dan
negaranya. Lebih utama bahwa pembangunan termasuk
pembangunan ketahanan pangan dilaksanakannya untuk
kepentingan bangsa dan negara yang berdasarkan nilai-nilai
Pancasila dan Undang-undang Dasar NRI 1945.
10) Para pemimpin formal dan informal nasional mampu berperilaku,
bersikap, bertindak dan bertutur kata santun yang komunikatif