Page 10 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 10
Lampiran-07:
Estimasi kerugian akibat illegal fishing
Untuk menghitung/mengestimasi kerugian akibat illegal fishing dapat dilakukan
dengan beberapa pendekatan yang didasarkan kepada data empiris, asumsi atau
hasil penelitian.
# Pendekatan MSY dan prakiraan FAO
FAO pada tahun 2001 merilis angka estimasi hasil penelitian bahwa ikan
yang dicuri dan discard (dibuang) sekitar 25% dari stok ikan.
Pada tahun tersebut, Indonesia merilis angka hasil stock assessment bahwa
angka MSY (Maximum Sustainable Yield) atau stok ikan Indonesia adalah 6,4
juta ton/tahun. Artinya, angka kerugian Indonesia adalah 1,6 juta ton ikan per
tahun, jika dikonversi dengan harga ikan rata-rata 2 USD/Kg maka akan
didapat angka kerugian sekitar Rp 30 Trilyun per tahun.
* Pendekatan kemampuan pengawas perikanan.
Untuk mengawasi seluruh perairan Indonesia dari penjarahan kapal
asing, diperlukan ratusan kapal patroli. Secara realistis dari data empiris,
bahwa perairan yang selalu menjadi penjarahan kapal asing ada di 3
kawasan, yaitu perairan Natuna yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan,
perairan sebelah utara Sulawesi Utara yang berbatasan dengan Samudera
Pasiifik dan perairan Laut Arafura. Perairan Natuna menjadi yang paling tinggi
tingkat illegal fishingnya, menyusul perairan utara Sulawesi Utara dan baru
Laut Arafura. Dari perhitungan pola operasi patroli dengan asumsi
kemampuan surveillance Radar adalah 20 Mil radius, maka untuk ketiga
kawasan tersebut diperlukan minimal 45 kapal patroli yang terus menerus
selama 24 jam mengawasi perairan.
Untuk mampu mengoperasikan 45 kapal patroli terus menerus di laut
sepanjang tahun maka diperlukan 60 kapal patroli yang disiapkan dengan
asumsi 45 kapal operasi dan 15 kapal pemeliharaan/perbaikan. Artinya
proporsi kapal yang operasi dibandingkan pemeliharaan adalah 3 : 1 , atau
dengan kata lain tiap kapal siklusnya dalam satu tahun adalah 75% waktunya
untuk operasi dan 25% untuk perbaikan/pemeliharaan.