Page 8 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 8

LAMPIRAN XI.

 Pengamat :pangan lokal sulit dijadikan
 konsumsi utama

 Sabtu, 9 Juni 2012 11:41 WIB | 1950 Views

            Seorang penjual mengatur sagu jualannya di pasar tradisional di
                                  Kendari.(ANTARA/Zabur Karuru)

 ...ketika kedapatan mengonsumsi pangan tersebut dianggap sudah kelaparan."

Kupang (ANTARA News) - Pengamat Pertanian Agribisnis dari Universitas Nusa
Cendana Kupang Ir Leta Rafael Levis, M.Rur.Mnt, mengatakan faktor harga diri
menyulitkan pangan lokal menggantikan nasi.
"Mengonsumsi pangan lokal seperti jagung bose, pisang rebus, ubi-ubian, dinilai
merendahkan martabat pengonsumsi, bahkan ketika kedapatan mengonsumsi
pangan tersebut dianggap sudah kelaparan," katanya di Kupang, Sabtu.
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana Kupang itu mengatakan,
meskipun sulit dan berat, pemerintah perlu terus melakukan sosialisasi dan
kampanye berkelanjutan untuk mewujudkan pengurangan konsumsi beras, guna
mencapai surplus beras pada 2014 sebesar 10 juta ton.Salah satu solusi adalah
diversifikasi pangan nasional.
la mengatakan, diversifikasi pangan ini di NTT cocok karena saat ini sekitar 80
persen masyarakat di NTT berprofesi sebagai petani.
Sekitar 68 persen sebagai petani lahan kering. "Itu berarti hampir sebagian besar
dari mereka berpenghasilan utama jagung, umbi-umbian dan pangan lokal
lainnya," katanya.
Hanya saja, katanya, di tingkat pelaksanaan di lapangan berjalan karena tingkat
kesadaran masih rendah dan masyarakat (petani) masih menganggap pangan
beras/nasi merupakan makanan yang bermartabat dan pangan lainnya seperti
jagung, umbi-umbian dan kacang, kedelai merupakan pangan yang apabila
dikonsumsi menurunkan martabat.
   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13