Page 12 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 12
12
dapat dikategorikan ke dalam dua aspek, yaitu yang berwujud nyata
(tangible) dan yang tak berwujud (intangible). Sedangkan jenis kearifan
lokal meliputi kelembagaan, nilai-nilai adat, serta tata cara dan prosedur
dalam sistem kehidupan sosial budaya. Beberapa nilai dan bentuk kearifan
lokal, termasuk hukum adat, nilai-nilai budaya dan kepercayaan yang ada
sangat relevan untuk memperkuat identitas atau jati diri nasional, seperti
yang terdapat pada masyarakat Bali, Minang, Aceh, Batak, Jawa, Sunda,
Toraja, Sasak, Nias, dan Iain-lain yang memiliki identitas dan karakter
spesifik. Kaidah-kaidah tersebut ada yang bersifat anjuran, larangan,
maupun persyaratan adat yang ditetapkan untuk aktivitas tertentu. Selain
aspek fisik dan visual, keanekaragaman budaya, sosial kemasyarakatan
yang terkandung di dalam kearifan lokal umumnya bersifat verbal dan tidak
sepenuhnya terdokumentasi dengan baik. Untuk itu, perlu dikembangkan
suatu bentuk knowledge management terhadap berbagai jenis kearifan
lokal tersebut agar dapat digunakan sebagai acuan dalam proses
memperkuat identitas nasional yang berkelanjutan. Oleh karena itu, tulisan
ini membahas tentang revitalisasi nilai-nilai kearifan lokal yang sangat
diperiukan guna memperkuat identitas nasional dalam rangka ketahanan
nasional. Agar pembahasan tidak keluar dari konteks orientasi
kebangsaan, maka pada bab ini akan dibahas tentang paradigma nasional,
beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait, landasan teori dan
latar belakang teori.
7. Paradigma Nasional
a. Pancasila sebagai Landasan Idiil.
Pancasila sebagai pandangan hidup (weltanschaung) dan
falsafah kehidupan (philosophische grondslag) bagi bangsa dan
negara Indonesia, mencerminkan moral dan akhlak manusia
Indonesia. Kelima sila dari Pancasila yang tersusun secara hirarkhis
piramidal dan merupakan satu kesatuan organis adalah saling
menjiwai dan saling memperkuat satu dengan yang lain. Pancasila
menjadi pandangan hidup bangsa, dikarenakan sebagai: