Page 7 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 7

47

 menggantungkan diri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus
 (DAK), dana kontigensi dan dana-dana lain dari Pusat. Sementara Dana
 Bagi Hasil guna membiayai pembangunan di daerah turun secara ’’bulanan",
 atau dapat dikatakan tidak tepat waktu. Hal ini menyebabkan Daerah
 berusaha untuk mendapatkan penghasilan dari Pendapatan Asli Daerah
 (PAD). Sedangkan pemasukan dari PAD tidak cukup optimal memberikan
 kontribusi yang besar bagi pembangunan. Masalah ini karena masih
banyaknya potensi daerah yang belum digali.

          Penggalian potensi daerah diikuti dengan lahirnya peraturan daerah
(Perda) yang tidak sinkron dengan peraturan peraturan diatasnya. Hal ini
menimbulkan konflik pengaturan yang berimplikasi pada jalannya
mekanisme pembangunan daerah. Diterbitkanlah berbagai Perda dalam
upaya mencari pemasukan bagi maksimalisasi PAD sebagai biaya
pembangunan daerah. Namun, pemasukan dari penerbitan Perda tidak
memberikan pendapatan yang menjanjikan tehadap perekonomian lokal.

           Di dalam kondisi dimana rakyat berada dalam himpitan krisis
ekonomi, pergerakan ekonomi lokal terbatas, sehingga daerah tidak
mendapatkan pemasukan. Sementara itu sumber pembiayaan yang sangat
terbatas namun kegiatan pembangunan banyak. Maka perilaku Pemerintah
Daerah yang tidak mampu atau tidak cakap menerjemahkan kebutuhan
peningkatan PAD secara cerdas dan bijaksana tersebut justru akan merusak
daya saing daerah, khususnya dalam konteks persaingan global.

e. Perm asalahan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

         Permasalahan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dirasakan
selama ini di antaranya adalah:

(1). Kemitraan yang tidak jelas. Kemitraan yang sejajar sangat merancukan.
     Di satu sisi, posisi yang kuat dari Kepala Daerah dalam era Orde Baru
     telah menyulitkan hubungannya untuk menjadi subordinasi dari DPRD
     sebagai wakil rakyat. Sedangkan di sisi lain, di era reformasi dimana
   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12