Page 3 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 3

85

          (1) Lembaga Paksa Badan atau Gijzeling
                          Penyelesaian perkara kepailitan yang bertarut4arut,

                 utamanya da lam proses pemberesan, berdasarkan pengalaman
                 praksis lernyata disebabkan debrtor pailit tĀ»dak kooperatif (non
                 cooperative debtors)92. Untuk mengatasi hal tersebut, banyak
                 pihak mengusulkan agar diterapkan ketentuan Pasal 93 dan
                 Pasal 94 Undang-undang Kepailrtan dan Penundaan Kewajiban
                 Pem bayaran Utang (P K P U ) tentang paksa badan (gijzeling).

                          Peraturan pelaksanaan tentang paksa badan (gijzeling)
                 diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun
                 2000,93 yang jika dihubungkan dengan masaiah tidak
                 kooperat/fnya debrtor pailrt, menimbulkan kesulrtan tersendiri
                 dalam pelaksanaannya, terkart dengan Perma itu send in belum
                 lengkap dan jelas.

                          Kesulitan penerapan Perma Nomor 1 Tahun 2000 dalam
                 hubungannya dengan proses pemberesan, dapat diinventansir
                 sebagai benkut: (1) Berdasarkan ketentuan Pasal 6 Perma
                 N om or 1 Tah un 2000 drtentukan bahwa putusan tentang paksa
                 badan drtetapkan bersam asam a dengan putusan pokok
                 perkara Sementara rtu, proses pemberesan adalah merupakan
                 pelaksanaan lebih lanjut dan putusan kepailrtan, yang telah
                 dijatuhkan sebelumnya (2) Ketentuan Pasal 9 mengatur biaya
                 paksa badan dibebankan kepada pemohon, hal ini bertentangan
                 dengan ketentuan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004
                 mengatur bahwa biaya paksa badan dibebankan kepada boedel
                 pailit.

                         Berdasarkan uraian tersebut diperoleh pemahaman, bahwa
                 Perm a Nom or 1 Tahun 2000 tentang paksa badan atau

              m Ketentuan P a u l 177 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 7004 tentang KapaMtan dan PKPU
mengatur bahwa Debitor Petit wajt> hadrr aendirl dalam rapal penooooken pk/tang agar dapat mamberikan
keterangan yang dtminta o*eh Makm Pengawa* mengenai aebab muaabab kepatitan dan keadaan had* pailt
Dalam prakaienya, debitor peiM aenngkak tidak hadtr dapat rapal kredtor maupun repel penooookan ptutang
aehlngga m m m hukan keeuttan tareendwl beg Hakkn Pengawa* maupun Kurator untuk matakukan proaea
pambaraaan Keadaan demfcien ini yang diaebut Debtor PaMk ttdak kooparatll

              M Secara umum lambaga pakaa badan (g|xeUng) diatur dalam ketentuan Paaal 204-224 HlR/Paaal
242*258 RBg
   1   2   3   4   5   6   7   8