Page 5 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 5
konflik politik ataupun tema lainnya di beberapa media massa yang
mencerminkan indikator semakin menurunnya karakter kenegarawan dan
rasa nasionalisme para pemimpin.
Sikap mengedepankan kepentingan diri sendiri, mengedepankan
kepentingan kelompoknya, sikap ego kedaerahan, etno-sentris (sentimen
kesukuan) dan primordialisme (sentimen keagamaan). Kondisi ini
menciptakan fragmentasi atau sekat-sekat antarkelompok masyarakat dan
mengarah terjadinya disharmonis dan disintegrasi dalam kehidupan sosial
masyarakat. Kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara telah menjadi
nomor dua, sehingga pemimpin yang berbicara tentang nilai-nilai Pancasila
kurang didengarkan lagi. Kepentingan dan perlindungan kepada kelompok
minoritas, kebebasan beragama dan beribadah, munculnya kelompok-
kelompok keagamaan yang mengedepankan cara-cara kekerasan, masih
kerap terjadi dan belum dapat diselesaikan dengan tuntas yang
memperlihatkan adanya keraguan dalam menegakkan hak-hak warga
negaranya.
Egosektoral kementerian dimana satu kementerian merasa programnya
lebih prioritas dibandingkan kementerian lain, tarik-menarik kepentingan di
dalam penyusunan APBN/ APBD, membuat sulit untuk memprioritaskan
kepentingan pembangunan secara nasional. Pembahasan anggaran pun di
tingkat DPR/ DPRD juga menjadi arena yang rawan “percaloan” dan adanya
biaya-biaya pelolosan anggaran yang menyalahi prosedural.
Dibutuhkan pemimpin tingkat nasional yang berkarakter negarawan,
cinta tanah air, mendahulukan kepentingan nasional daripada kepentingan
kelompok/ pribadi, berlandaskan falsafah Pancasila dan UUD Tahun 1945.
13. Implikasi Peran Pemimpin Tingkat Nasional guna M ewujudkan Pemilu
2014 yang Berkualitas dalam rangka Ketahanan Nasional
Peran pemimpin tingkat nasional dalam mewujudkan Pemilu yang
berkualitas saat ini walaupun sudah menghasilkan berbagai pencapaian namun
belum seperti yang diharapkan. Masih ditemukan berbagai kelemahan yang hams
diperbaiki, antara lain kelemahan pada aspek: sistem rekruitmen pimpinan tingkat
nasional, meningkatnya penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, dan
35