Page 15 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 15
55
Kemudian, setelah mereka semua melebur menjadi satu negara
kebangsaan berbentuk Republik, dengan mengakui kekhasan daerah
dalam memelihara kekhasan adat istiadatnya masing-masing.
Menurut Neal R. Pierce (International Herald Tribune, April 4, 1997),
“Globalisasi ekonomi, kebangkitan daerah-daerah atau persaingan antar
etnis/suku bangsa yang sedang dan terus menggejala akhir-akhir ini
dipercaya oleh sebagian orang sebagai pertanda akan berakhimya negara-
negara kebangsaan”. Pertemuan para pakar dari 32 negara di Salzburg
pada bulan Maret 1997, yang sengaja membahas masa depan negara-
negara kebangsaan tidak sepenuhnya menyetujui pendapat tersebut.
Mereka baik yang berasal negara maju maupun negara bekembang,
negara barat maupun timur, pada umumnya masih tetap memerlukan
negara-negara kebangsaan, antara lain untuk memberi identitas kepada
penduduk, menarik pajak, menyediakan jaring pengaman sosial,
melindungi lingkungan dan menjamin kemanan dalam negeri. Bagi bangsa
Indonesia, hal itu bukan saja masih diperlukan mempertahankan negara
kebangsaan melainkan juga harus tetap mempertahankan persatuan dan
kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah Indonesia dalam satu negara agar
tetap menjadi negara besar sehingga selalu diperhitungkan dalam
kehidupan antar bangsa.
Dari konsep negara kebangsaan sebagai wujud dari warga negara
diharapkan masyarakat dapat berperan aktif dalam pembangunan bangsa
dengan keterbukaan dan transparansi juga nilai kebersamaan dan
kesetaraan sosial yang wujudkan dalam kemitraan dengan segenap
komponen bangsa untuk mencapai cita-cita nasional menuju masyarakat
yang sejahtera, aman dan adil berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dari
sini dapat dilihat pemahaman tentang konsep negara kebangsaan
(Pancasila) berupa wujud kebersamaan dalam membangun sebuah bangsa
yang terdiri dari berbagai macam perbedaan baik etnik, golongan, agama
adat, dan budaya yang dapat mewujudkan kehidupan demokrasi yang baik
guna meningkatkan ketahanan nasional.