Page 10 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 10
36
d. Munculnya sikap ego sektoral Pemimpin Tingkat
Nasional.
Persoalan kepemimpinan nasional yang juga perlu menjadi
concern akhir-akhir ini terkait dengan skema koordinasi, harmonisasi
dan sinkronisasi antar elite dan pimpinan lembaga negara di tingkat
pusat maupun daerah. Koordinasi dan sinergitas antar pemimpin
tingkat nasional tersebut dalam meningkatkan partisipasi politik
masyarakat selama ini belum dapat berjalan optimal, karena
terdapat kecenderungan ego-sektoral di mana setiap individu
pemimpin merasa memiliki otoritasnya masing-masing dalam suatu
proses politik praktis.
Ketiadaan satu sistem yang terpadu dan berkesinambungan
(integrated-system) telah membuat tidak adanya benang merah,
kesamaan visi dan persepsi antar pemimpin tingkat nasional
sehingga partisipasi politik masyarakat sulit ditingkatkan. Ego
sentrisme pemimpin tercermin ketika mereka akan berkontestasi
dalam proses pemilukada. Berdasarkan data Kemendagri, sebanyak
94 persen (pasangan kepala daerah) pecah kongsi karena
berkompetisi untuk perebutan kekuasaan pada periode kedua.33
Sementara dalam jajak pendapat yang dilakukan oleh Kompas pada
bulan Agustus 2011 terkait status incumbent yang ingin
mencalonkan diri kembali dalam pemilihan kepala daerah,
ditunjukkan bahwa 76,3 persen publik meyakini telah terjadi
penyalahgunaan kewenangan dan fasilitas negara dan 72,4 persen
publik meyakini telah terjadi penyalahgunaan jabatan dalam proses
pemilukada yang melibatkan incumbent,34
Di sisi lain, minimnya partisipasi publik termasuk kurangnya
peran tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, maupun tokoh
pemuda menjadi beberapa penyebab kurang optimalnya peran
33 "94 Persen Pasangan Kepala Daerah Pecah Kongsi", dikutip dari
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/395589--94-persen-pasangan-kepala-daerah-
pecah-kongsi-
"Korupsi Petahana". Diakses dari http://www.indonesiabersih.org/perspektif/ korupsi-
petahana/2011.