Page 7 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 7
33
mengakibatkan munculnya ketidakpuasan dan sengketa hasil
pemilukada yang tidak jarang berujung pada konflik dan anarkis.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Institut Titian Perdamaian,
ditemukan bahwa terdapat 74 kasus kekerasan selama tahun 2009
dan 117 kasus kekerasan selama tahun 2010 akibat dari kisruh
pilkada di berbagai daerah.29 Selain itu, menurut data resmi
Mahkamah Konstitusi, hingga akhir tahun 2012 tercatat 429 perkara
perselisihan hasil pemilihan kepala daerah dari seluruh wilayah
Indonesia.30 Keadaan ini menunjukkan bahwa mekanisme pemilihan
kepemimpinan nasional masih belum tertata, sehingga berpengaruh
terhadap tingkat kerawanan konflik, stabilitas politik dan keamanan,
serta harmoni sosial di daerah tersebut.
Permasalahan lain yang muncul terkait dengan mekanisme
pemilihan kepemimpinan nasional adalah rendahnya tingkat
kesadaran masyarakat dalam melakukan penelusuran (tracking)
terhadap rekam jejak calon kandidat pemimpin tingkat nasional yang
akan mengikuti suatu proses politik. Seringkali calon pemimpin
tingkat nasional ataupun kepala daerah yang dipilih berdasarkan
perolehan suara terbanyak dan diunggulkan oleh berbagai survei
politik, namun bukan berarti ia digaransi akan menjadi seorang
pemimpin yang memiliki kemampuan. Apalagi ketika dihadapkan
dengan kompleksitas persoalan masyarakat, maka dibutuhkan
sosok pemimpin tingkat nasional yang memiliki karakter negarawan,
bervisi ke depan (visioner), serta mampu menampilkan pola pikir,
pola sikap dan pola tindak yang patut diteladani oleh segenap
lapisan masyarakat.
c. Lemahnya proses rekrutmen dan kaderisasi di tubuh
partai politik.
Partai politik merupakan instrumen utama dalam proses
demokrasi yang memiliki peran dan fungsi untuk melakukan
29 *Pilkada Sumbang Konflik Kekerasan Terbesar*. Dikutip dari http://www.jumas.com/
news/2010.
30 Diakses dari http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index php/2012.