Page 15 - Perpustakaan Lemhannas RI

69

Kita menyadari bahwa konflik sosial terjadi melalui tahapan-tahapan
dan ada akar masalahnya, oleh karena itu Intelijen (khususnya intelijen Polri
dan didukung komponen intelijen lainnya) perlu memetakan titik-titik lokasi
maupun obyek yang diperkirakan dapat bermuara pada terjadinya konflik,
yang didasarkan pada akar masalah yang ada, yang kemudian hasil
pemetaan tersebut diinformasikandan dikoordinasikan kepada berbagai pihak
yang terkait untuk secara terpadu dilakukan langkah-langkah menghilangkan
potensi tersebut. Lokasi-lokasi konflik yang telah dipetakan agar terus
dipantau dan diamati perkembangannya bekerjasama dengan komponen
masyarakat setempat

Selain itu berkenaan dengan telah diundangkannya Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
yang kemudian diikuti dengan Instruksi Presiden nomor 2 tahun 2013 tentang
Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri, maka Polri perlu segera
membuat dan kemudian mensosialisasikan suatu Petunjuk Teknis
penanganan konflik sosial, sebagai penjabaran referensi di atas, agar
petugas Polri di manapun berada dalam melaksanakan tugasnya ketika
menangani konflik sosial, dilakukan dengan benar dan tepat serta netral.
Penjabaran atas undang-undang dan Inpres tersebut perlu segera juga
dilakukan instansi-instansi lain yang terkait utamanya Pemerintah Daerah
agar tercipta sinergitas dalam penanganan konflik komunal/ sosial. Selain
itu Polri harus bekerjasama atau melibatkan tokoh masyarakat atau pranata-
pranata sosial yang ada, baik yang ada di lokasi konflik maupun yang berada
di tingkat yang lebih tinggi (pusat), yakni pengurus pusat organisasi sosial
tersebut. Sejalan dengan itu, untuk lebih menajamkan dan menampung
dengan segera informasi maupun fenomena perubahan di masyarakat
termasuk untuk memonitor titik rawan konflik sosial yang terpetakan, sudah
saatnya dan tepat agar di setiap desa ditempatkan seorang polisi sebagai
petugas Bhabinkamtibmas.