Page 8 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 8
36
berada di daerah pedalaman maupun di pegunungan, ditambah lagi dengan
rendahnya tingkat pendidikan dan faktor kemiskinan yang membelenggu
kehidupan masyarakat Papua.
Sementara itu, peran serta para misionaris agama Nasrani yang
kebanyakan berasal dari Negara lain seperti Jerman, Amerika Serikat, Inggris,
Belanda dan Australia dalam kadar tertentu juga telah menanamkan ideologi lain
yang hanya setia pada identitas agama saja. Hal ini tentunya juga akan
menambah persoalan kebangsaan dikebanyakan masyarakat Papua yang
berada di pegunungan untuk bersikap secara sempit. Pemahaman
kebangsaan dan jiwa nasionalisme sangat kurang.
b. Rendahnya Pemahaman tentang perjalanan sejarah Pepera 1969.
Belum seragamnya pemahaman terhadapa pelaksanaan Pepera 1969
sejak Belanda menyerahkan kedaulatan NKRI pada 27 Desember 1949, atau
sehabis kemenangan gerilya TNI yang dipimpin pak Dirman, ‘yang diserahkan
tidak termasuk Irian Barat’, yang kemudian berubah nama menjadi Papua
ketika Gusdur berkuasa. Belanda menginkari azas Uti Possidettis Juris yang
diberlakukan PBB, yakni batas wilayah Negara bekas jajahan yang
kemudian merdeka, mengikuti batas wilayah sebelum Negara itu merdeka.
Pada masa colonial Belanda, Papua Barat merupakan bagian dari wilayah
Hindia Belanda dibawah administrasi Gubernur Jenderal Hindia Belanda di
Batavia. Karena itu sebagaimana pulau-pulau lain di Nusantara, menurut azas uti
possidettis juris tersebut, seharusnya Papua Barat otomatis beralih statusnya
menjadi bagian wilayah Republik Indonesia sejak saat Proklamasi 17 Agustus
1945. Hal ini perlu disosialisasikan kepada seluruh komponen masyarakat agar
mengerti tentang sejarah Pepera tersebut.