Page 10 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 10
24
antara 12-13 persen. Permukaan bijinya sudah bersih dari lapisan kulit
tanduk dan kulit ari. Dalam panduan ini juga dinyatakan bahwa
banyak biji kopi yang dihasilkan oleh petani di Indonesia dengan
metode dan sarana yang sangat sederhana, hasilnya dengan kadar
air relatif tinggi (lebih dari 16 persen) dan tercampur dengan bahan-
bahan lain non-kopi dalam jumlah relatif banyak. Biji kopi ini biasanya
dijual ke prosesor (eksportir) yang kemudian diolahnya sampai
diperoleh biji kopi beras dengan mutu lebih tinggi sesuai yang
dipersyaratkan dalam standar perdagangan. Lebih ironis lagi, dari total
produksi kopi nasional ternyata hanya 20 persen hasil kopi yang
diolah dan dipasarkan dalam bentuk sekundernya, antara lain kopi
sangrai, kopi bubuk, kopi cepat saji, dan beberapa produk turunan
lainnya. Padahal pengembangan pengolahan sekunder dapat
memberikan nilai tambah yang lebih besar, membuka peluang pasar
dan menyerap tenaga kerja di pedesaan.23
Pengolahan biji kopi sekunder selayaknya menjadi perhatian
serius berbagai pihak, khususnya yang terkait dengan pengelolaan
komoditi unggulan bidang pertanian khususnya sektor perkebunan
kopi, mengingat peranan strategis proses sekunder dalam
meningkatkan harga jual produksi kopi masyarakat (nasional) serta
penyerapan tenaga kerja, sehingga dapat berkontribusi terhadap
peningkatan perekonomian masyarakat dalam rangka pembangunan
nasional.
Namun demikian, terkait dengan pengolahan sekunder dalam
pembahasan mengenai pengelolaan komoditi unggulan bidang
pertanian khususnya sektor perkebunan kopi dibatasi hingga pada
proses kopi sangrai (roasted coffee).
23 http://pustaka.litbang.deptan.go.id/agritek/kopi09.pdf, diunduh tanggal 12 Agustus 2014
pukul 20:27 WIB.