Page 4 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 4
30
ataupun praktek-praktek keagamaan yang menyentuh ruang publik; dan bukan
perihal detail keagamaan (pembangunan rumah ibadah, dakwah dan misi).
b. Pemuka Agama
Munculnya gerakan radikalisme48 yang mengatas-namakan agama dan
menjelma dalam tindakan kekerasan di Indonesia belakangan ini memunculkan
banyak pertanyaan seputar peranan dan tugas pemuka agama. Banyak kalangan
memandang bahwa ekspresi radikalisme ini merupakan wujud dari kegagalan
pemuka agama menjalankan fungsi moral dan spritualnya. Para pemuka agama
cenderung sibuk dengan upaya-upaya internal, mengurusi organisasi,
pembangun fisik, dan melupakan tugas utamanya yakni menciptakan kehidupan
saling berdampingan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyarakat.
Kencenderungan eksluisivitas ini kemudiaan melahirkan sikap radikal, yakni
menolak atau menentang setiap aturan dan fenomena social49.
Berbagai konflik bemuasa SARA 15 tahun terakhir serta
berkembangnya kelompok-kelompok radikal belakangan ini, seolah
memperkuat bedah teoretik di atas. Sikap reaktif beberapa tokoh agama dalam
menyikapi persoalan-persoalan public yang sering begitu saja dikaitkan dengan
kepentingan agama, juga menjadi indikasi kurang menggembirakan50.
Keterlibatan para pemuka agama dalam politik praktis kepartaian (bertarung
untuk kursi DPR) dan pemilihan Kepala Daerah juga mengundang banyak
kritik, karena dianggap melampaui entitas orisinal mereka, dan mempersulit
48 Sejarahwan Sartono Kartodirdjo memakai istilah radikalisme dalam berbagai karyanya untuk
menggambarkan gerakan protes (petani) yang menggunakan symbol agama dalam menolak seluruh
aturan dan tatanan yang ada. Kata radikal dipakai sebagai indicator sikap penolakan total terhadap
seluruh kondisi yang sedang berlangsung. Lihat Sartono Kartodirdjo, Protest M ovement in Ruraljava.
Singapore: Oxford University'Press, 1973. Lihat juga karyanya, Ratu Adil, Jakarta:Sinar harapan, 1992.
Bdk. Bishop K. Suyaga Ayub, S.Th, MBA. “Memantapkan Kerukunan Hidup Beragama Dan
Memperkokoh Semangat Kebangsaan Menuju Masyarakat Indonesia Baru”. Dalam M elintasi Sekat-
sekat Perbedaan M enuju Indonesia Baru Yang Pluralis dan Inklusif: Kajian tentang Kerjasama
Ekumenis dan Dl&Ipg Kerukunan Antarumat Beragama. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama, 200?
hal. 61-62,
Bdk. Center for Religious & Cross-cultural Studies (CRCS), Laporan tahunan Kehidupan Beragama di
Indonesia Tahun 2010., hal. 27-29. Tanggapan Terhadap MUI.

