Page 7 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 7
33
3) Dialog juga sering terkendala oleh beberapa pandangan setereotip
yakni:
a) Agama lain sebagai golongan yang pasti masuk neraka;
b) Agama sendiri adalah satu-satunya agama yang benar, oleh
karena itu orang dari agama lain harus masuk ke agama
mereka. Atau sebaliknya menganggap orang seiman yang
peindah/masuk ke agama lain sebagai orang yang harus
dimusuhi.
c) Sikap dan mental menutup diri, serta tidak mau mengenal
secara obyektif apa yang diimani golongan lain58;
4) Konsep unitas (menyatukan) antara agama dan politik yang masih
kuat dipegang oleh beberapa pemuka agama. Hal ini sering kali
memunculkan pencampur-adukan antara kepentingan agama dan
kepentingan politik, sehingga sering isu agama dimasukan dalam
ruangan politik atau isu politik dimasukan dalam ruang agama. Hal
ini sangat kuat terasa saat berlangsungnya Pemilu atau Pemilukada.
Masyarakat akhirnya memilih seseorang untuk menjadi DPR, DPRD
atau jabatan eksekutif (Gubernur, Bupati atau Wali Kota), bukan
karena kapasitas pribadinya untuk menjalankan tugas-tugas tersebut,
tetapi lebih karena seagama dengan “saya” atau “kami”.
5) Tantangan lainnya adalah eksistensi dan pergerakan kelompok-
kelompok radikal yang terus berkembang dan tersebar di berbagai
tempat, yang sering-kali memicu konflik, karena propaganda
stereotipnya. Kelompok-kelompok ini berkembang terus dan sering
menimbulkan keresahan bahkan menciptakan ketakutan kepada
masyarakat. Mereka juga merasa seolah berada di atas angin, karena
tidak adanya sikap yang tegas pemerintah dan tidak adanya tindakan
hukum dari aparat penegak hukum.
58 Bdk. Drs. D. Hendropuspito, OC, Op.cit. Bdk. Juga Prof. Dr. Syahrin Harahap, MA., Op. cit., hal
100.

