Page 16 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 16
Sebenarnya, komentar bernada seperti ini telah lama dimiliki
publik. Sudah sejak lama sebagian dari publik yang melek politik,
tidak lagi memiliki kepercayaan bahwa politisi di negeri ini komit
terhadap supremasi hukum. Politisi di Indonesia sebagian besar
bukanlah abdi negara yang taat hukum. Politisi itu hanya urus
kepentingannya.11
Bahkan, tidak bisa dihindari, akibat perilaku busuk elit, politik
itu sendiri menjadi nampak negatif. Kalau mendengar sesuatu
berbau politik dan atau politisi, maka yang muncul adalah dunia
penuh retorika kosong, tempat sekumpulan perampok yang berjas.
Dan tempat tinggalnya para penjahat dan penjilat kekuasaan, dan
pembunuh kesejahteraan publik.
b. Implikasi Supremasi Hukum Terhadap Ketahanan
Nasional
Bentuk implikasi nyata dari lemahnya supremasi hukum ialah
keadaan dimana penegakan hukum tidak jalan, perilaku masyarakat
cenderung kurang terkontrol, aparat hukum tidak profesional dan
melanggar kode etik, pemberantasan korupsi tidak tuntas dan
ketahanan nasional terhambat. Berbagai kondisi itu telah membawa
implikasi yang cukup kompleks yaitu lemahnya kepercayaan
masyarakat pada hukum dan berakibat terkendalanya upaya untuk
menumbuh kembangkan penegakan hukum dalam masyarakat.
Selain itu, ada indikasi kecenderungan semakin menurunnya
kepercayaan tersebut dengan masih tingginya kasus pelanggaran
hukum di dalam masyarakat kususnya pelanggaran tindak pidana
korupsi, dimana disaat hukum sedang intensif ditegakkan, justru
masih banyak terjadi koruptor tertangkap tangan.
Sudah cukup disediakan perangkat hukum yang cukup
signifikan yaitu Undang-undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi, Undang-undang No.31 th 2001 jo UU No.
28 th 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas
http://politik.kompasiana.com/2011/06/15/korupsi-demokrasi-palsu/

