Page 6 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 6
34
berkembang dengan baik dan menjadi monokultur. Penyeragaman di
bidang pendidikan, wajah monokutturalisme terlihat dalam kurikulum
hingga metode pengajaran yang disampaikan guru dalam proses belajar
mengajar di ruang kelas.27Sedangkan menurut Azyumardi Azra, pada
level nasional, dengan berakhirnya sentralisme kekuasaan yang pada
masa Orde Baru memaksakan “monokulturalisme” yang nyaris seragam,
memunculkan reaksi balik yang bukan tidak mengandung implikasi
negatif bagi rekonstruksi kebudayaan Indonesia yang multikultural.28
Kemudian ada juga muncul keinginan pemerintah Orde Baru untuk
menjadikan beras sebagai makanan pokok masyarakat. Demikian juga
dalam bidang politik, ketika pemerintah punya keinginan untuk
megurangi kegaduhan politik akibat parpol yang dinilai terlalu banyak,
maka di awal tahun 1970-an, pemerintah mengurangi jumlah partai politik
peserta Pemilu saat itu dengan memaksakan untuk membentuk 3 (tiga)
partai politik merupakan hal yang bertentangan dengan aspirasi
masyarakat maupun nilai-nilai multikultural dalam Pancasila.
Apalagi, pasca dibatalkannya P4 oleh MPR melalui Ketetapan MPR
RI Nomor XVIII/MPR/1998 yang berisi tentang pencabutan TAP MPR RI
Nomor ll/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila, sampai saat ini belum ada pedoman untuk pemaknaan dalam
menyikapi perbedaan yang berdasarkan nilai-nilai multikultural harus
menjadi bahan evaluasi agar tidak terjadi polarisasi kelompok mayoritas
dan minoritas. Padalah adanya polarisasi kelompok mayoritas dan
minoritas menimbulkan bias dalam memaknai suatu perbedaan akan
memicu terjadinya dominasi dari kelompok mayoritas yang berpotensi
terhadap terjadinya konflik sosial.
27 Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural. Pustaka Pelajar Offset. Yogyakarta. 2014,
halaman 6.
28 Ibid. Halaman 8.

