Page 15 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 15

27

          Dari grafik di atas tergambarkan bahwa hanya 19% perscnel Polantas yang
 menempuh jenjang pendidikan perguruan tinggi (SI, S2, dan S3). Sementara
 terdapat 79% setingkat SMA dan 2% setingkat SMP. Sementara yang sudah
 mengikuti pendidikan kejuruan (Dikjur) barn mencapai 12.077 personel (31%). Hal
 ini tentu sangat mempengaruhi tingkat profesionalisme Polri dalam menjalankan
 tugas pokoknya di tengah masyarakat. Bila dilihat dari jumlah penyidik Polantas
 se-Indonesia maka jumlahnya lebih minim lagi, yaitu sebanyak 2.736 personil.

          Sebagai wujud komitmen perubahan Polri, Lemdikpol Polri telah
 memasukkan kurikulum “Training Emotional-Spritual-Quotient (ESQ)” yang
diharapkan akan membawa perubahan mental dan moralitas personel Polri untuk
betul-betul menjadi aparat penegak hukum dan pemelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat yang mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat
sebagaimana tugas pokok mereka. Namun demikian, pelaksanaan training ESQ
masih diperuntukkan pada level Perwira, sementara Bintara belum mendapatkan
training seperti ini. Padahal para Bintara sebagai ujung tombak pelayanan yang
bersentuhan langsung dengan masyarakat sangat penting dan perlu untuk dilakukan
pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan mental dan moralitasnya.

         Lemahnya mentalitas aparat penegak hukum mengakibatkan penegakan
hukum tidak beijalan sebagaimana mestinya. Banyak faktor yang mempengaruhi
lemahnya mentalitas aparat penegak hukum diantaranya, lemahnya pemahaman
agama, ekonomi, proses rekrutmen yang tidak transparan, kompetensi SDM dan
lain sebagainya. Sehingga dapat dipertegas bahwa faktor penegak hukum
memainkan peran penting dalam memfungsikan hukum. Kalau peraturan sudah
baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah, maka akan ada masalah. Demikian
juga, apabila peraturannya buruk sedangkan kualitas penegak hukum baik,
kemungkinan munculnya masalah masih terbuka.8

         Hal terkait lainnya dengan profesionalisme adalah persoalan independensi
penegakan hukum. Seringkali muncul intervensi dalam proses penegakan hukum,
baik secara politik maupun dengan tekanan yang dilakukan oleh elemen-elemen
masyarakat. Kekuatan di tengah masyarakat yang mencoba mempengaruhi proses
penegakan hukum dengan menggunakan alat masyarakat untuk melakukan
demonstrasi dan unjuk rasa agar bisa mencapai kepentingannya. Konsensus

8Soerjono soekanto dan Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum...., Op.Cit., him. 17
   10   11   12   13   14   15   16   17   18