Page 12 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 12
24
kecelakaan lalu lintas yang masih terns diberitakan di media adalah kasus Putra
bungsu Ahmad Dhani, Abdul Qodir Jaelani (13) alias Dul, terlibat kecelakaan di
Tol Jagorawi pada tanggal 8 September 2013, yang menewaskan 6 orang dan 9
orang lainnya mengalami luka-luka. Dul yang tidak memiliki SIM karena masih di
bawah umur, telah mengendarai mobil jenis sedan dengan kecepatan rata-rata di
atas 100 km/jam saat terjadi kecelakaan tersebut.
Oleh karena itu, penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas yang
dilakukan oleh Polri bukan saja didasarkan pada penegakan hukum semata,
melainkan salah satu upaya kepolisian dalam mencegah kecelakaan lalu lintas.
Penegakan hukum sebagai bentuk upaya paksa yang dilakukan oleh petugas
Kepolisian dalam rangka mewujudkan adanya kepastian hukum, .memberi
perlindungan bagi pengguna jalan lainnya yang terganggu adanya pelanggaran-
pelanggaran hukum dan untuk memberikan edukasi bagi pelanggar maupun
pengguna jalan lainnya serta untuk pencegahan agar tidak teijadi masalah lalu
lintas yang lebih fatal.
Penegakan hukum berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan
kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku. Sebagaimana
pendapat Lawrence M. Friedman yang dikembangkan oleh Soeijono Soekanto
(2005) bahwa ada 5 (lima) faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu:
faktor undang-undang, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor
masyarakat dan faktor kebudayaan. Salah satu faktor penting dalam penegakan
hukum adalah faktor aparat penegak hukum. Oleh karena itu, dalam melihat
berbagai permasalahan penegakan hukum selama ini, maka kelima faktor tersebut
dijadikan tools dalam mengurai berbagai permsalahan penegakan hukum terutama
pada lalu lintas jalan.
Pertama, Faktor subtansi hukum. Mencermati lahimya produk-produk
hukum dewasa ini, terkesan bersifat reaktif, tanpa adanya grand design (rencana
induk) yang jelas dan terarah. Hal tersebut dapat dilihat pada Program Legislasi
Nasional (Prolegnas), lebih banyak didominasi oleh kepentingan-kepentingan
politis bersifat pragmatis daripada cita-cita membangun suatu sistem hukum yang
memiliki jiwa dan karakter ke-Indonesia-an untuk mendukung pencapaian tujuan
hidup berbangsa dan bemegara. Akibatnya, sistem hukum nasional yang dihasilkan
bersifat reaktif, tambah sulam, bersifat rakitan, dan bongkar pasang. Kenyataannya,

