Page 14 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 14
66
b. Meningkatnya sinergitas dan sinkronisasi kewenangan
Kementerian dan Lembaga Pemerintah terkait untuk mendorong
penciptaan nilai tambah dalam kegiatan hulu migas
Peningkatan sinergitas dan sinkronisasi kewenangan instansi
pemerintah terkait dengan kegiatan hulu migas akan diindikasikan dengan
hal-hal berikut ini:
1) Berkurangnya ketentuan perundang-undangan yang tumpang
tindih di sektor hulu migas
Pada saat ini terdapat berbagai UU dan peraturan yang tidak sinkron
dan tumpang tindih sehingga menghambat pengelolaan kegiatan hulu
migas. Misalnya Undang-undang Migas 22/2001 tumpang tindih
dengan UU lain di sektor energi seperti UU No.30/2007 tentang
Energi, UU 4/2009 tentang Minerba, UU 30/2009 tentang
Ketenagalistirkan, UU 27/2003 tentang Panas Bumi, UU no 10/1997
tentang ketenaganukliaran, UU 7/2004 ttg Sumber Daya Air.
Disamping itu, UU Migas juga tumpang tindih dengan Undang
Undang Perpajakan, UU Kehutanan khususnya yang terkait dengan
' Pinjam Pakai Hutan (Peraturan Menteri Kehutanan No.14/2006), UU
Pokok Agraria No.5 Tahun 1960, Undang Undang No. 17 tahun 2008
tentang Pelayaran khususnya yang terkait dengan pemberlakukan asas
Cabotage, Undang Undang No. 32 /2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup khususnya -ketentuan yang terkait
dengan baku mutu dan Peraturan Bank Indonesia No. 13/20/PBI/2011
tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang
Luar Negeri
2) Berkurangnya izin yang dibutuhkan untuk bisnis hulu migas
Sebagaimana disampaikan sebelumnya, jumlah ijin di sektor
migas yang selama ini sebanyak 286 ijin dalam 65 kluster, bisa
disederhanakan menjadi hanya 8 kluster yakni (1) Izin Kawasan
Hutan untuk Kegiatan Survei, Pemboran Eksplorasi, Kegiatan
Eksploitasi, dan Kegiatan Migas Existing (2) Pembebasan Lahan

