Page 14 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 14

44

masing-masih daerah. Hal ini mengakibatkan perbedaan misalnya
dalam hal permasalahan infrastruktur dan transportasi.

c. Lemahnya peraturan perundang-undangan terkait dengan
     pembentukan daerah otonom baru
         Munculnya banyak keinginan untuk pembentukan daerah

otonom baru dengan motivasi kepentingan kelompok/golongan dan
kepentingan pragmatis disebabkan karena lemahnya regulasi atau
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
pembentukan daerah otonom baru. Pada awalnya, peraturan
mengenai Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran,
Penghapusan, dan Penggabungan Daerah diatur di dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000, sebagai pelaksanaaan dari
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, namun peraturan tersebut
dianggap mempunyai banyak kelemahan sehingga harus
disempurnakan. Kelemahan tersebut antara lain terkait dengan
persyaratan teknis yang ditetapkan seperti jumlah penduduk, cakupan
wilayah, dan potensi ekonomi. Penyempurnaan dilakukan dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 sebagai peraturan
pelaksana dari Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004. Namun
demikian, masih terdapat celah-celah kelemahan terhadap
pembentukan daerah otonom baru tersebut.

        Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penataan
daerah (pembentukan, penghapusan, dan penggabungan) tidak
didasari landasan pemikiran konsep negara kesatuan dengan
karakteristik khusus. Usulan pembentukan daerah otonom baru yang
sifatnya bottom up dapat dimanipulasi atau direkayasa oleh elit politik
lokal yang bekerjasama dengan elit politik nasional untuk kepentingan
politis dan ekonomi jangka pendek. Dengan mengatasnamakan
aspirasi masyarakat, maka desakan-desakan tersebut akan sulit
dihindari dan berpotensi terjadi gelombang unjuk rasa untuk menuntut
pembentukan daerah otonom baru. Kasus unjuk rasa menuntut
pembentukan daerah otonomi baru yang pada akhirnya berujung pada
   9   10   11   12   13   14   15   16   17