Page 4 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 4

Dalam cakupan lebih luas diperlukan perangkat hukum setingkat undang-undang
tentang sistem keamanan nasional yang komprehensif agar pemerintah dapat memberikan
jaminan keamanan kepada seluruh lapisan masyarakat. Sebagai penyelenggara negara,
dalam Sismenas pemerintah akan membutuhkan UU tentang keamanan nasional yang
mengatur tataran kewenangan setiap institusi yang berperan dalam upaya mewujudkan
keamanan nasional. Sistem keamanan nasional yang harus diwujudkan melalui UU
tersebut adalah segala daya dan upaya untuk menjaga dan memelihara rasa aman dan
damai bangsa Indonesia yang terdiri dari pertahanan negara, keamanan negara, keamanan
publik dan juga keamanan individu. Pendekatan keamanan nasional tidak saja terfokus
pada pendekatan keamanan negara, karena negara sebagai aktor keamanan tidak hanya
memperhatikan isu keamanan tradisional yang mengancam kedaulatan politik dan
teritorial, tapi juga fokus pada isu keamanan bersifat non-konvensional dari ancaman
kehidupan warga negara dari ancaman gerakan terorisme.

          Harapanuntuk ditetapkannya UU tentang Keamanan Nasional tidak terlepas dari
adanya kelemahan yang timbul dalam berbagai perangkat perundang-undangan pasca
pemisahan TNI-Polri. Baik itu UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, UU No. 3 Tahun 2002
tentang Pertahanan Negara, maupun UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, temyata
memunculkan masalah berupa tidak adanya ruang bagi koordinasi dan sinergi operasional
di lapangan (IDSPS, 2008a). Kebutuhan legislasi dalam kebijakan keamanan nasional
diperlukan mengatur penyelenggaraan keamanan secara demokratis, komprehensif dan
terkoordinasi. Kebijakan itu menjadi landasan hukum mengatur keterlibatan berbagai
institusi, batas kewenangan antar institusi, dan sumber daya yang digunakan.

          Secara teoritik, pengaturan kelembagaan dan hubungan kelembagaan dalam
keamanan nasional negara demokrasi yang diharapkan meliputi (1) upaya mewujudkan
keamanan nasional harus didasarkan kepada prinsip demokrasi. Prinsip ini mencakup
supremasi sipil, transparansi dan akuntabilitas; (2) upaya mewujudkan keamanan nasional
hams didasarkan kepada penghormatan kepada hak-hak sipil; dan (3) penggunaan
kekerasan mempakan pilihan terakhir. Prinsip ini menghamskan adanya mekanisme untuk
mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh institusi-institusi pelaksana (IDSPS, 2008a).
Untuk kepentingan yang lebih spesifik hams tersedia UU yang mengatur peran dan firngsi
lembaga intelijen sebagai kekuatan inti mencegah teijadinya aksi terorisme. Di negara-
negara demokratis, pengaturan fungsi-fungsi intelijen di bawah legislasi setingkat undang-
undang diperlukan untuk memberikan parameter yang jelas pada mandat, tugas, wewenang
dan kerangka keija yang legal dan akuntabel (IDSPS, 2008b).

                                                                                                                  60
   1   2   3   4   5   6   7   8   9