Page 11 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 11
31
demokrasi liberal ini akan dapat membuat negara-negara tersebut berpaling ke
Timur/Sovyet.
Dengan pendekatan ini maka gerakan terorisme dapat ditekan. Jaringan eks
Darul Islam terpecah dalam kelompok-kelompok kecil dan bahkan sebagian berhasil
dikooptasi oleh operasi intelijen negara. Tekanan yang keras juga membuat
sejumlah tokoh utama gerakan ini melarikan diri ke luar negeri, misalnya Abdullah
Sungkar dan Abu Bakar Baasyir, pendiri kelompok al Jamaah al Islamiyah lari ke
Malaysia.38 Aksi terorisme jauh berkurang pada periode politik ini. Namun
pendekatan ini juga mengandung sejumlah kelemahan. Gerakan terorisme Islamis
radikal masih mampu bertahan, ideologinya masih terus hidup dan jaringan
rahasianya masih beroperasi. Sejumlah kasus terorisme masih terjadi seperti
pembajakan pesawat Garuda “W oyla” pada tahun 1981 oleh kelompok Imron dari
unsur Komando Jihad, dan peledakan pada tahun 1985 di Candi Borobudur, bom
gereja di Malang, meledaknya bom dalam bis di Banyuwangi ketika dalam
perjalanan untuk operasi serangan bom di Bali oleh kelompok Ahwat. Jaringan Islam
radikal bahkan mengirimkan ratusan kadernya untuk latihan militer di Afghanistan
dan Filipina pada periode 1990 hingga awal 2000an.39 Bahkan tahun 1993 di
Malaysia dibentuk kelompok al Jamaah al Islamiyyah yang kelak menjadi kelompok
utama pelaku aksi terorisme di Indonesia. Pada masa Orde Baru ini, jaringan
rahasia Islamis radikal terus berkembang baik di dalam maupun di luar negeri.
Pada periode ini jaringan terorisme Islamis radikal terpecah dalam dua arus
utama (mainstream). Arus pertama adalah eks Darul Islam yang lebih
mengutamakan agenda lokal lama tentang pembentukan Negara Islam Indonesia
berdasarkan syariah Islam. Arus ini pada dasarnya terdiri dari dua kelompok utama.
Kelompok pertama disebut dengan Nil (Negara Islam Indonesia) Struktural.
Kelompok ini memiliki struktur organisasi rahasia seperti pemerintah bayangan
dengan tujuan mendirikan Negara Islam Indonesia namun untuk sem entara lebih
mengutamakan cara non-kekerasan seperti pembangunan organisasi, rekrutmen,
pengumpulan dana dan penyebaran ideologi radikal. Pada tahun 1990an tercatat
kelompok ini dipimpin oleh Ajengan Masduki yang berbasis di Jawa Barat. A rus
kedua adalah kelompok Non-Struktural atau Non-Teritorial yang lebih longgar,
38 Sidel, John T Riots, Pogroms. 2007. Jihad: Religious Violence in Indonesia, Singapore, NUS Press.
Hal. 208.
39Solahudin. Op. Cit. Hal. 227-267.

