Page 13 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 13

33

  periode sebelumnya menjadi pemain utama dalam penanggulangan terorisme,
  dikurangi perannya dalam sistem politik Indonesia, termasuk dalam hal penanganan
  keamanan dalam negeri dimana terorisme menjadi salah satu bagian penting bidang
  tugas ini. Pemerintahan Reformasi, sebagai bagian dari tuntutan supremasi hukum,
  mengedepankan lembaga penegak hukum dalam penanggulangan terorisme. Polri
  sebagai lembaga terdepan dalam sistem peradilan pidana mendapat tugas yang
 berat untuk menangani gerakan terorisme. Kurangnya pengalaman, absennya data
 base yang kuat terkait jaringan terorisme serta tidak adanya satuan khusus untuk
 penanggulangan terorisme membuat peran untuk menjadi pemain utama dalam
 penanggulangan terorisme tidak bisa dijalankan secara maksimal oleh Polri.42
 Meskipun sejumlah kasus serangan terorisme seperti peledakan gedung Bursa Efek
 Jakarta tahun 2000 dapat diungkap namun sejumlah insiden lain tidak mampu
 diselesaikan, misalnya kasus serangan bom mobil terhadap Duta Besar Filipina Mr.
 Leonidas Caday pada tahun 2000 di Jakarta.

        Serangan bom bali tanggal 12 Oktober 2002 menjadi titik balik strategi
 penanggulangan terorisme di Indonesia. Akibat brutal serangan bom yang
 menewaskan 202 orang dari berbagai kewarganegaraan itu menyebabkan
kemarahan komunitas internasional, kawasan dan bahkan nasional. PBB bahkan
mengeluarkan satu resolusi khusus yang mendesak Indonesia untuk menangkap
pelaku yang bertanggungjawab dan membawanya kepada proses hukum. Desakan
PBB ini mengisyaratkan Indonesia untuk menerapkan cara penegakan hukum
menghadapi aksi terorisme. Presiden Megawati kemudian menugaskan Polri untuk
melakukan penyidikan dan mengungkap insiden tersebut.

       Dalam strategi yang memfokuskan pada penegakan hukum ini (law
enforcement-led strategy) maka tidak berarti kekuatan m iliter dan intelijen tidak
dilibatkan, semua terlibat namun dilaksanakan sesuai dengan aturan hukum yang
berlaku. Dalam strategi ini maka terorisme dianggap sebagai kejahatan yang luar
biasa dan pelakunya dipandang sebagai pelanggar kejahatan43 daripada sebagai
pejuang gerakan.

42 Smith, Anthony L 2005. Terrorism and the Political Landscape in Indonesia: The Fragile Post-Bali
Consensus, in Paul J. Sm ith (ed), Terrorism and Violence in Southeast Asia: Transnational Challenges
to State and Regional Stability. New York. ME Sharpe, Hal. 111.
43 Clutterbuck, Lindsay. 2004. Law Enforcem ent, in in A udrey Kurth et al (eds), Attacking Terrorism:
Elements o f A Grand Strategy. W ashington. Georgetow n University Press. Hal. 140.
   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18