Page 14 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 14
34
Polri segera menanggapi kasus bom Bali dengan m embentuk suatu Satuan
Tugas (Satgas) Bom Polri yang terdiri dari personil Polri yang berpengalaman dalam
menangani kasus-kasus besar dan memiliki komitmen tinggi terhadap tugas. Satgas
ini didukung oleh sejumlah tim kepolisian internasional diantaranya Australian
Federal Police, FBI Am erika Serikat, Bundes Kriminal Amt Jerman, NPA Jepang,
kepolisian Inggris, Kanada dan sejumlah tim kepolisian negara ASEAN. Satgas ini
kemudian mampu mengungkap pelaku kasus bom Bali dan menangkap puluhan
orang anggota jaringan yang terlibat. Mereka ternyata masuk dalam kelom pok al
Jamaah al islamiyyah.
Pada periode berikutnya terjadi semacam “cat and mouse game” antara
jaringan terorisme Islamis radikal dan kepolisian. Polisi terus m engejar mereka
dengan operasi intelijen dan investigasi untuk penangkapan. Sementara itu
kelompok pelaku bersembunyi sambil melakukan serangan baru dengan target
utama pihak Barat di Indonesia. Berturut-turut terjadi insiden serangan bom di hotel
JW Marriott Jakarta tahun 2003, Kedubes Australia tahun 2004 dan serangan Bom
Bali ke dua tanggal 1 Oktober 2005. Selanjutnya, Polri kembali mampu m engungkap
semua kasus besar ini dengan baik dan membawa para pelakunya ke pengadilan.
Hingga tahun 2007 polisi telah mampu menangkap dan memproses hukum
sekitar 500 orang yang terlibat dalam berbagai serangan terorisme sejak tahun
2000.44 Dari interview terhadap ratusan anggota jaringan yang ditangkap maka mulai
terbuka berbagai karakteristik jaringan pelaku terorisme dan motivasi mereka.
Jaringan pelaku yang melibatkan kelompok Jl, Mujahidin Kompak dan Nil pada
dasarnya bersumber dari gerakan Darul Islam. Jaringan ini memiliki dua agenda
utama yaitu ingin mendirikan Negara Islam Indonesia yang berdasarkan syariah
Islam dan global jihad melawan Barat.
Temuan polisi ini sebagai hasil dari tugas yang diberikan oleh negara untuk
mengungkap jaringan dan mempelajarinya, ternyata motifnya cocok dengan
berbagai laporan hasil penelitian ilmiah dan analisa para pengamat terorisme yang
juga menilai kompleksitas masalah terorisme di Indonesia. Data yang dikumpulkan
dari semua laporan dan pernyataan para tersangka menunjukkan peran penting
ideologi radikal sebagai faktor utama terjadinya terorisme. Sedangkan di Poso dan
Maluku, daerah eks konflik sektarian, faktor non-ideologi menjadi faktor pendorong
44 Lihat lampiran Tabel 3 tentang Data Tersangka Terorism e yang Diproses Hukum.

