Page 7 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 7
63
pengawasan, pengkajian, pendistribusian, maupun pengendalian harga
pupuk. Terlebih jika pemerintah pusat mampu menyediakan subsidi
pupuk dengan berorientasi pada prespektif ketahanan nasional dapat
meningkatkan upaya mewujudkan kemandirian pangan.
c. Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi pertanian yang
sesuai.
Petani makin pintar namun kondisi ekonominya tak banyak
berubah. Maka tak heran jika para petani itupun kurang menghendaki
anak-anaknya untuk terjun dihidangnya. Tak sedikit yang menjual
asetnya seperti sawah, ladang, ternak, demi untuk biaya sekolah.
Petani berharap agar anak-anaknya menjadi orang kantoran atau orang
pabrikan, tidak seperti dirinya lagi yang hanya orang sawahan. Dengan
demikian makin banyak anak petani yang melupakan sawah-ladangnya,
karena lebih asyik dengan komputer atau deru mesin pabrik. Sawah
menjadi asing bagi dirinya, bahkan dalam benaknya muncul pertanyaan
“kapan sawah bapak dibeli konglomerat, dan dijadikan pabrik...”
Kondisi SDM pertanian saat ini memang tertinggal jauh dari SDM
sektor lainnya, hal itu pula yang menjadi penyebab utama merosotnya
nilai tukar petani (NTP) padi di Jawa dan beberapa propinsi luar Jawa.
Padahal petani itulah yang menjadi sektor utama swasembada beras,
namun insentif yang diperoleh ternyata kurang sesuai dengan
prestasinya.
Selama ini teknologi budidaya telah berhasil diserap sekaligus
dilaksanakan petani, hingga produksi padi pun terdongkrak, namun
ternyata nilai tambah yang diperoleh kurang optimal. Menyangkut
langkah introduksi teknologi pertanian, Bunch, dalam bukunya Two
Ears o f Corn, A Guide to People-Centered Agricultural Improvement,
yang diterbitkan tahun 1982, mengajukan beberapa pertanyaan:
Apakah teknologinya memenuhi suatu kebutuhan yang dirasakan?;
Apakah teknologinya secara finansial menguntungkan?; Apakah