Page 12 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 12
26
Indonesia (WPP-NRI) untuk penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan
ikan meliputi15: (i) perairan Indonesia; (ii) ZEEI; dan (iii) sungai, danau, wa
duk, rawa, dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan serta lahan
pembudidayaan ikan yang potensial di wilayah Republik Indonesia.
Butir-2b Surat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Kea
manan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan nomor R. 32/Menko/
Polhukam/V/2012 tanggal 3 Mei 2012 tentang Rancangan Peraturan
Pemerintah tentang Pengawasan Perikanan, yang berbunyi: “Direktif Presi
den tanggal 27 Agustus 2010 yaitu agar KKP tidak melakukan penegakan
hukum di laut dan tidak melakukan pengawasan yang bersifat pengaman
an, namun mengutamakan kesejahteraan dan perekonomian”.16 Kebijakan
ini berpotensi mendegradasi kewenangan DJPSDKP-KKP dalam melaksa
nakan pengawasan dan penegakan hukum di laut. Kebijakan ini, berimpli
kasi pada berlarut-larutnya pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah
tentang Pengawasan Perikanan, yang merupakan turunan dari UU no. 31
tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana diubah dengan UU no, 45
tahun2009.
Persoalan lain yang tidak kalah pentingnya adalah di bidang pena
nganan pelanggaran, sanksi hukum yang diterapkan belum memberikan
efek jera bagi pelaku illegal fishing. Berdasarkan data empiris, banyak KIA
ilegal yang setelah ditetapkan dirampas untuk negara dan dilelang, pada
akhirnya dibeli kembali oleh pemilik semula, dan bahkan kembali diguna
kan untuk melakukan kegiatan illegal fishing. Berlarut-larutnya proses
peradilan atas tindak pidana illegal fishing. Proses putusan pengadilan
yang terlalu lama, seringkali menyebabkan kapal perikanan ilegal yang
dirampas untuk negara tidak lagi memiliki nilai ekonomis untuk dapat di
manfaatkan bagi kepentingan nasional, karena kondisinya yang telah rusak
arah. Pembebasan ABK perikanan negara tetangga yang ditahan karena
terbukti melakukan tindak pidana illegal fishing, berdasarkan pertimbangan
diplomatik semata.
15 Ibid 3
16 Lampiran-08