Page 12 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 12
80
dalam komunitasnya masing-masing. Peran dari para
pemimpin informal ini terkadang justru lebih efektif mengingat
batas-batas formal tidak terlalu rigid jika dibandingkan dengan
relasi antara masyarakat dengan para pejabat atau aparatur
pemerintah. Partisipasi para tokoh agama, tokoh adat dan
tokoh masyarakat dapat difokuskan pada upaya membina
keharmonisan dalam komunitasnya, sehingga potensi
kerawanan dan munculnya konflik komunal dapat dicegah.
Dalam beberapa kesempatan, seringkali para tokoh agama
dalam ceramah-ceramahnya terkesan memprovokasi ummat
dan menebar kebencian, sehingga hal ini tentu dapat
berimplikasi negatif terhadap upaya pencegahan dan
penanggulangan konflik komunal. Bagi banyak kalangan,
para ulama atau tokoh utama merupakan figur yang disegani
dan ditaati, sehingga manakala tokoh-tokoh tersebut terjebak
dalam kepentingan tertentu dan pragmatisme politik, maka
tidak ada yang hikmah dan manfaat yang dapat diperoleh
bagi peningkatan pendidikan politik masyarakat. Para
pemimpin informal harus dapat mengajak warganya untuk
mengedepankan sikap toleran, mempertebal rasa solidaritas
dan bersikap anti-kekerasan, sehingga tidak ada ruang bagi
berkembangnya konflik komunal atas latar belakang sentimen
primordial ataupun faktor-faktor lainnya.
b. Strategi-2. Mengoptimalkan kinerja lembaga dan aparatur
negara untuk mencegah dan mengatasi konflik komunal. Upaya
yang dapat dilakukan adalah:
1) Kemenko Polhukam beserta jajarannya, terutama
Kemendagri, BIN, BAIS dan TNI/Polri melakukan
identifikasi dan pemetaan (mapping) terhadap daerah-daerah
yang memiliki tingkat kerawanan konflik komunal cukup tinggi,
sehingga dapat disiapkan langkah-langkah antisipatif, deteksi