Page 9 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 9

77

 intelektualitas maupun rasa kepedulian dan nasionalisme
 masyarakat, sehingga mereka lebih mengedepankan
 persatuan dan tidak terjebak dalam pertikaian antar sesama
 anak bangsa atau konflik komunal.

 2) Pemerintah melalui Kemendagri khususnya Badan
 Kesbangpol di tingkat pusat dan daerah mengintensifkan
 upaya sosialisasi tentang pentingnya Kewaspadaan Nasional
 di daerah rawan konflik, agar potensi konflik komunal di
 daerah tersebut dapat dicegah dan dikelola untuk tidak
 sampai muncul ke permukaan. Perhatian khusus patut
 ditujukan terhadap beberapa daerah yang akhir-akhir ini
sering terjadi peristiwa konflik komunal, seperti kekerasan
terhadap jemaat Ahmadiyah di Jawa Barat dan Banten,
konflik lahan di Sumatera Selatan, Lampung dan Nusa
Tenggara Barat, premanisme dan kekerasan ormas di DKI
Jakarta, hingga pertikaian antar suku di Sulawesi Tengah dan
Papua. Meningkatnya frekuensi anarkisme di berbagai daerah
tersebut tidak dapat dipandang hanya sebatas kriminal
murni, mengingat ada banyak dimensi yang terlibat sehingga
mengakibatkan masyarakat menjadi identik dengan pola
kekerasan. Sebagai contoh kasus, DKI Jakarta yang menjadi
ibukota negara dan titik temu (melting pot) dari berbagai
kelompok suku bangsa, agama dan golongan ternyata masih
belum cukup efektif dalam melakukan deteksi dini dan cegah
dini untuk mengatasi masalah kekerasan oleh antar geng
motor, antar ormas berlatar belakang kesukuan dan bahkan
mulai muncul sentimen SARA dalam pemilukada di DKI.
Kurangnya implementasi Kewaspadaan Nasional terhadap
konflik komunal di DKI Jakarta dikhawatirkan dapat menjadi
preseden buruk terhadap pencegahan dan penanganan
konflik di daerah lainnya, karena sebagai wilayah yang
menjadi simbol negara, institusi dan aparatur terkait di ibukota
   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14