Page 6 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 6
22
atau menyebarkan kepercayaan secara umum; (4) precipitating
factor atau faktor persepsi; (5) mobilization o f action atau aksi
mobilitas biasanya terkait dengan mobilitas massa; (6) the
operation of sosial control atau beroperasinya kontrol sosial di
masyarakat.6
Keenam faktor di atas merupakan tahapan-tahapan yang
kerap terjadi dalam sebuah konflik sosial. Awalnya masyarakat
yang diistilahkan dengan struktural dalam kondisi relasi normal.
Dikarenakan adanya gesekan kepentingan atau penyebab lain
maka muncullah ketegangan dalam masyarakat atau ketegangan
struktural. Masing-masing pihak yang bersitegang kemudian
membentuk kepercayaan kelompok yang berujung pada
munculnya sebuah persepsi tentang hal yang dikonflikkan. Inilah
titik kritis dari kemunculan sebuah konflik. Jika persepsi para
kelompok bisa dinetralisir maka konflik tidak akan berkembang,
sedangkan jika tidak dapat dinetralisir maka konflik akan muncul
sebagai sebuah tragedi sosial. Kemunculan konflik pada tahapan
ini selalu diikuti dengan adanya mobilisasi massa. Konflik akan
mencapai titik kulminasi dan memberikan ruang bagi keberadaan
kontrol sosial. Strategi penanganan akan disesuaikan dengan
eskalasi konflik sebagaimana yang diteorikan oleh Smelser, yaitu
melalui enam tahapan terjadinya konflik.
10. Tinjauan Pustaka
a. Konsep Nasionalisme
Banyak ahli yang mengkonsepkan nasionalisme dari berbagai
perspektif. Pada penulisan kali ini, penulis mencoba mengkaji
konsep nasionalisme dari pendapat dua ahli di bidang sosiologi
yaitu: Kahin dan Simatupang. Menurut Kahin konsep nasionalisme
sering dikaitkan dengan konsep negara, artinya garis-garis batas
secara politis cenderung menentukan kesadaran terhadap rasa
6 Smelser, Neil. 1996. Theory of Collective Behavior. The University Press: Chicago. P.1-5