Page 8 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 8
76
sendiri yang membawa masalah untuk diselesaikan serta dapat
menggugah kemampuan diri, yang dihubungkan dengan
ketidaktentuan (unsuretainty) yang mungkin melahirkan kerugian
(loss) pendapat ini dikutip dari A. Abas Salim.60
Tantangan dan resiko terhadap ratifikasi Statuta Roma (ICC)
merupakan sesuatu yang harus diperhitungkan dan diprediksi
sebelum proses ratifikasi tersebut dilakukan. Secara tantangan
ratifikasi ini merupakan sesuatu yang positif dalam konteks politik
internasional namun apabila dihubungkan dengan resiko yang
merupakan kondisi politik nasional maka resiko tersebut dapat
diperkirakan yaitu apabila Indonesia meratifikasi Statuta Roma (ICC)
harus diperhitungkan kondisi atau keadaan politik serta
keseimbangannya secara nasional sehingga tidak menimbulkan
suatu hal kontra produktif dalam mengelola situasi dan kondisi
tersebut. Dihubungkan pula kalau kita telah meratifikasi maka secara
defacto pula akan sulit untuk menarik kembali sebagai negara pihak
yang tidak ikut dalam Statuta tersebut. Oleh sebab itu ratifikasi harus
sesuatu hal yang bersifat final dan karenanya perlu perhitungan yang
holistik, komprehensif dan integral untuk melakukannya dan disertai
dengan pertimbangan teori-teori hukum.
Dalam kerangka politik nasional, persoalan utama Statuta ICC
bagi Indonesia dalam penanganan kejahatan internasional
(pelanggaran HAM) dikaitkan dengan Statuta ICC dan ICC yang
permanen adalah mengenai urgensi Indonesia untuk meratifikasi
Statuta ICC. Dalam Piagam PBB tidak terdapat ketentuan yang
mewajibkan setiap negara anggota PBB untuk mengadopsi dan
meratifikasi suatu perjanjian internasional. Bahkan pada Pasal 2
Paragraf 4 Piagam PBB disebutkan: “All members shall refrain in
their international relations from the threat or use of force against the
60 Dikutip dari http://www.entrepreneurmuda.com/index. php?option=com
content&view=article&id= 1236:berani-menaambil-resiko&catid=62 :risk-taker<emid=91.