Page 6 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 6
74
seyogianya tidak hanya berdasarkan pendekatan kebijakan,
melainkan juga pertimbangan nilai-nilai dan kepentingan yang ingin
dicapai dalam kebijakan formulatif (hukum pidana) dan tidak
didominasi oleh kepentingan*atau ego sektoral institusi tertentu.
Berdasarkan uraian di atas, maka sangat tepat pernyataan
sekaligus peringatan Barda Nawawi Arief yang mengatakan bahwa
dalam melakukan kebijakan hukum pidana memang diperlukan
pendekatan yang berorientasi pada kebijakan yang bersifat
pragmatis dan rasional, dan juga pendekatan yang berorientasi pada
nilai, akan tetapi antara keduanya (pendekatan kebijakan yang
rasional dan pendekatan nilai) jangan terlalu dilihat sebagai suatu
dikotomi, karena dalam pendekatan kebijakan yang rasional sudah
seharusnya juga dipertimbangkan faktor-faktor nilai.59
Sejak Indonesia merdeka telah mencanangkan politik luar
negerinya (politik internasional) adalah bebas aktif politik ini
bertujuan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara yang
bebas dari kekuatan-kekuatan maupun patron-patron politik dunia
namun negara RI sebagai negara anggota PBB aktif untuk
melakukan kegiatan politik yang berorientasi kepada cita-cita
kemerdekaan yang diatur di dalam pembukaan UUD NRI tahun 1945
alinea ke-empat.
Dalam perkembangannya politik bebas aktif dimaksud melewati
periode era perang dingin dimana poros Barat dengan Amerika
beserta sekutunya dan poros Timur Uni Soviet beserta sekutunya.
Dengan runtuhnya Uni Soviet mempunyai implikasi yang luas di
bidang kebijakan dan politik internasional oleh sebab itu Kemenlu
harus pula mendisain ulang kebijakan dan politik internasionalnya.
RRC sebagai negara berpenduduk terbesar di dunia yang telah
mengenyampingkan idiologinya sejak pemerintahan Deng Xiaoping
59 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: PT
Citra Aditya Bakti, 1996, him. 31.