Page 9 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 9

77

 territorial integerity or political independence of any State, or in any
 other manners inconsistent with the Purpose of the United Nations”.
 Selanjutnya pada Pasal 2 Paragraf 7 Piagam PBB kembali
 ditegaskan: “Nothing contained in the present Charter shall authorize
 the United Nations to intervene in matters which are essentially
 within the domestic jurisdiction of any State or shall require the
 Members to submit such matters to settlement under the present
 Charter; but this principle shall not prejudice the application of
enforcement measures under Chapter VII”. Pada berbagai
pertemuan internasional yang membahas Statuta ICC, juga terlihat
bahwa menyangkut aspek eksistensi atau legalitas (status hukum)
dari Statuta ICC, persoalan yang mendapat pembahasan serius
adalah mengenai pemberlakuan atau penerapan yurisdiksi ICC ke
dalam yurisdiksi pengadilan nasional. Berdasarkan Preamble Statuta
ICC, telah diputuskan bahwa ICC merupakan pelengkap yurisdiksi
pengadilan nasional sesuai dengan asas komplementaritas.

       Perlu dikemukakan pula bahwa menurut ketentuan Pasal 17
Statuta ICC, ICC hanya akan mengambil alih yurisdiksi pengadilan
nasional jika pengadilan nasional tidak ada keinginan (unwilling atau
lack of political will) atau tidak ada kemampuan (unable atau caused
by totally colapse government) untuk menyelenggarakan peradilan
yang independen dan mandiri dalam memeriksa dan mengadili
pelanggaran HAM yang berat. Dalam Pasal 17 Statuta ICC, Issues of
admissibility

       Berdasarkan ketentuan hukum tersebut, Statuta ICC yang tidak
diratifikasi Indonesia, tidaklah menghalangi pemberlakuan atau
penerapan yurisdiksi Statuta ICC dan ICC tersebut untuk mengadili
kejahatan internasional (pelanggaran HAM) yang akan terjadi di
Indonesia atau yang merupakan yurisdiksi UU dan peradilan
nasional Indonesia. Hal ini diperkuat dengan perkembangan
mekanisme atau prosedur penanganan perkara pidana kejahatan
   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14