Page 7 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 7
33
kemiskinan yang berhasil, namun adapula yang tidak berhasil. Ketidakberhasilan
harusnya menjadi lesson learned yang sangat berharga, sedangkan keberhasilan
harus ditularkan kepada masyarakat maupun kepada lembaga pemerintah.
Beberapa kesulitan yang dihadapi oleh kelompok miskin dan sangat miskin
diakibatkan oleh makro ekonomi yaitu tingkat inflasi yang tinggi, nilai tukar
komoditi pertanian lebih rendah dari komoditi industri, pertumbuhan ekonomi
belum dapat menyerap penduduk miskin dan sangat miskin karena mereka
memiliki tingkat pendidikan yang rendah yaitu pernah sekolah SD, tidak lulus SD
dan lulus SD dan pemerintah belum mampu membangun industri pedesaan yang
dapat menyerap tenaga kerja yang berpendidikan rendah.
Hal ini disebabkan oleh faktor mikro ekonomi yaitu banyaknya petani atau
rumah tangga pedesaan yang tidak memiliki lahan yang dapat digunakan untuk
usaha pertanian dan atau usaha lainnya, banyak rumah tangga pedesaan yang
memiliki lahan namun belum memiliki sertifikat tanah sehingga sulit mengakses
permodalan dari perbankan karena tidak adanya collateral atau jaminan yang
berbentuk sertifikat tanah, banyak rumah tangga pedesaan bekerja sebagai buruh
tani maupun buruh serabutan akibat tidak memiliki lahan maupun rendahnya
ketrampilan dan pendidikannya. Ketiadaan lahan, modal dan ketrampilan membuat
masyarakat jatuh pada tingkat kehidupan miskin dan sangat miskin.
Dengan kondisi seperti itu, maka sampai saat ini UMKM dan Koperasi belum
dapat berperan maksimal dalam pembangunan ekonomi nasional di era globalisasi
ini, sementara BMT perannya terbatas pada usaha mikro dan kecil saja. Usaha
mikro dan kecil mencapai puluhan juta, sedangkan usaha menengah dan besar
jumlahnya hanya puluhan ribu saja, ini kenyataan bila dilihat secara umum.
Padahal sila kelima Pancasila menginginkan yang besar dan kecil maupun mikro
tidak terlalu banyak, tetapi yang menengah sangat banyak dan besar.
Dengan asumsi dunia usaha yang di dominasi oleh usaha menengah, maka
akan terwujud kelas menengah yang independen baik secara ekonomi maupun
politik. Kondisi ideal ini diharapkan dengan harapan usaha menengah dapat
sebagai lokomotif ekonomi dan pengungkit usaha mikro dan kecil sehingga
kesenjangan ekonomi tidak terjadi secara tajam dan kesejahteraan secara relative
menjadi merata. Kondisi ini akan memperkuat persatuan Indonesia dan daya tahan
bangsa maupun ketahanan bangsa.

