Page 8 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 8
34
12. Kondisi BMT Dalam Peningkatan Kesejahteraan dan Kesenjangan
Ekonomi
a. Pengertian BMT
Baitnl Mal Wa Tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal dan
baitut tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan
penyaluran dana yang non profit, seperti zakat, infak dan shodaqoh. Sedangkan
baitut tamwil sebagai usaha pengumpulan dan dan penyaluran dana komersial
(Prof. H A. Djazuli, 2002).
b. Sejarah Berdirinya BMT
Sejarah BMT ada di Indonesia, dimulai tahun 1984 dikembangkan
mahasiswa ITB di Masjid Salman yang mencoba menggulirkan lembaga
pembiayaan berdasarkan syari’ah bagi usaha kecil. Kemudian BMT lebih di
berdayakan oleh ICMI sebagai sebuah gerakan yang secara operasional
ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK).
Setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang untuk
mendirikan bank-bank yang berperinsip syariah. Operasionalisasi BMI kurang
menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah, maka muncul usaha untuk
mendirikan lembaga keuangan mikro, seperti BPR syariah dan BMT yang
bertujuan untukmengatasi hambatan operasionalisasi daerah.
Disamping itu ditengah-tengahkehidupan masyarakat yang hidup serba
berkecukupan muncul kekhawatiran akan timbulnya pengikisan akidah. Pengikisan
akidah ini bukan hanya dipengaruhi dari aspek syiar islam tapi juga dipengaruhi
oleh lemahnya ekonomi masyarakat. Sebagaimana diriwayatkan dari Rasulullah
SAW, “kefakiran ini mendekati kekufuran” maka keberadaan BMT diharapkan
mampu mengatasi masalah ini lewat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan ekonomi
masyarakat.
Di lain Pihak, beberapa masyarakat harus menghadapi rentenir atau lintah
darat. Maraknya rentenir ditengah-tengah masyarakat mengakibatkan masyarakat
semakin terjerumus pada masalah ekonomi yang tidak menentu. Besarnya
pengaruh rentenir terhadap perekonomian masyarakat tidak lain karena tidak
adanya unsur-unsur yang cukup akomodatif dalam menyelesaikan masalah yang