Page 11 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 11
65
teristimewa saat perjuangan reformasi belum menuai hasil pada
era sebelum 1998.
Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia tkiak secara eksptisit menegaskan soal
anarkisme. Regulasi itu hanya menyebut HAM yang harus
dtjunjung tinggi tiap warga dan negara. Adapun pefanggaran
HAM yang dimaksud meliputi penganiayaan yang membuat
trauma fisik ataupun psikis, menghiiangkan nyawa orang lain
secara tidak manusiawi, dan perusakan terhadap harta benda
yang merupakan hak milik orang lain. Persoalannya, hukum
pidana di Indonesia tidak mengenal tindak pidana anarkis.
Penanganan kekerasan yang ditakukan secara bersama-sama,
diatur pada Pasal 170, yang dapat menjerat pelaku tindak
pidana itu, dan regulasi tersebut menjadi payung hukum kuat
bagi Polri untuk menanggulangi tindakan anarkis. Ancaman
hukuman bagi pelaku tindak pidana ini adalah 5 tahun 6 buian.
Bagaimana apabila eskalasi demo meningkat, misalnya
sudah membakar ban, poster, atau foto pejabat negara,
menyetop paksa truk tangki BBM, atau menduduki SPBU
menjadi ciri-ciri atau benih tindakan anakis yang lebih besar,
seperti melempar batu kepada petugas pengamanan,
memblokade jalan, pelabuhan, atau objek vital iainnya. Apakah
perbuatan itu dibiarkan?
Tindakan anarkis seharusnya dijerat dengan hukum
pidana. Namun penegakan hukum terhadap pelaku anarki masih
sebatas penegakan hukum biasa. Apabila menelaah modus,
pelaku, korban yang bersifat masif maka seharusnya penegakan
hukum yang diberlakukan harus lebih intensif, baik dari sanksi
maupun proseduralnya.
Polisi akan mengamankan demo-demo itu sesuai
Keputusan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pengendalian
Masyarakat. Namun jika terjadi kekisruhan maka polisi
menerapkan Prosedur Ketetapan (Protap) Nom or 1/X/2010