Page 13 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 13
81
pidana korupsi. Tidak lagi akan ditemui peraturan perundang-
undangan yang overlapping (tumpang tindih) dan redudansi,
misalnya Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang
No.20 Tahun 2001 dan Undang-Undang No.8 Tahun 2010
sehingga tidak akan menimbulkan multi tafsir didalam proses
penegakan hukumnya oleh aparat penegak hukum, dan akan
menimbulkan adanya asas kepastian hukum, manfaat dan keadilan
didalam masyarakat. Demikian pula dengan implementasinya yang
kemudian menjadi persoalan, akibat dari adanya peraturan
perundang-undangan yang multitafsir tersebut, sehingga dengan
adanya penyempurnaan sabstansi hukum (peraturan perundang-
undangan) tersebut, akan menghasilkan adanya ketegasan
didalam penerapan atau implementasi penegakan hukumnya.
c. Strategi 3: Meningkatkan sinergitas dan integritas antar
lembaga penegak hukum dalam pemberantasan tindak pidana
korupsi.
Bahwa sinergitas dan integritas antar lembaga penegak hokum
adalah sebuah kekuatan yang stimultan didalam pemberantasan
tindak pidana korupsi, dengan adanya sinergitas dan integritas
antar lembaga penegak hukum, adanya ego sektoral dapat
dihindari, terlebih telah didukung pula dengan adanya aturan
perundang undangan yang menjadi rujukan yang telah
mempertegas tentang kewenangan. Dan dengan sinergitas yang
kuat antar lembaga penegak hukum, maka tidak akan terjadi lagi
tumpang tindih kewenangan, masing-masing akan menjalankan
tugas sesuai kewenangannya. Sehingga peristiwa seperti yang
pernah terjadi rebutan penanganan perkara antara Kepolisian
Republik Indonesia dengan Kejaksaan Agung dan KPK tidak akan
terjadi lagi. Demikian juga terkait dengan integritas, akan diperoleh
integritas aparat penegak hukum yang mempunyai komitmen yang
sama dan lebih tegas, karena disamping produk perundang-
undang yang telah secara pasti mengatur proses penegakan
hokum juga menjadi sebuah media kompetesi yang sehat, ketika